Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Prof. Ir. Wimpy Santosa, Ph.D., IPU, mengatakan kerusakan jalan di Indonesia tidak sepenuhnya disebabkan truk-truk yang over dimension over load (ODOL). Penyebab utama jalan rusak, menurut Prof. Wimpy, adalah pembuatan jalan yang tidak mengikuti spesifikasi atau spek.
"Yang paling sering terjadi itu adalah orang kita itu tidak mau mengikuti standar yang ada di spek," ujar Prof. Ir. Wimpy Santosa, Ph.D., IPU.
Baca Juga: Efek Zero Odol Luar Biasa, Jokowi Harus Bisa Mengakomodasi Nasib UMKM Hingga Pengusaha
Dia mencontohkan, salah satunya adalah penggunaan aspal hotmix yang tidak sesuai spesifikasi atau spek. Menurutnya, para operator di lapangan sering tidak menerapkan perlakukan yang salah terhadap hotmix.
"Supaya cepat meleleh, operator di lapangan sering menaikkan temperatur pemanasnya. Sementara, kalau dipanaskannya berlebihan, aspalnya itu rusak dan kualitasnya jadi jelek. Sehingga, kalau kena hujan saja aspalnya langsung lepas," ungkapnya.
Pemanasan yang terlalu tinggi, menurut Wimpy, akan mengubah karakteristik aspal. Artinya, aspal itu tidak sesuai lagi digunakan untuk standar pembuatan jalan.
"Aspalnya jadi cepat rusak. Padahal di standarnya tidak boleh. Ini kan artinya tidak standard minded. Ini sering kali diabaikan. Akibatnya hasilnya tidak baik dan jalan menjadi cepat rusak," tukasnya.
Menurut Wimpy, musuhnya kualitas jalan hanya satu, yaitu air. Akan tetapi, lanjutnya, sering kali yang terjadi saat pembuatan jalan itu tidak mendesainnya secara utuh.
Selain itu, dia juga melihat keberadaan jalan yang tidak memiliki fasilitas seperti drainase. Padahal, di Undang-Undang Jalan, jalan itu tidak hanya soal kekerasannya saja tapi termasuk juga fasilitas-fasilitasnya seperti drainase.
"Tapi, sering kali di Indonesia itu uangnya nggak cukup untuk membuat drainasenya. Dananya baru dianggarkan tahun berikutnya. Akibatnya, jalan tergenang air. Dan saat anggaran selokannya tersedia dan mau dibuat, jalannya sudah rusak. Selalu berputar pada lingkaran setan seperti itu. Ini fakta-fakta di lapangan," tuturnya.
Penanggung Jawab Aliansi Perjuangan Pengemudi Nusantara (APPN), Vallery Gabriella Mahodim, juga menepis tudingan pemerintah bahwa truk-truk ODOL adalah penyebab terjadinya kerusakan jalan yang merugikan negara. Menurutnya, berdasarkan pengalaman para sopir truk ini di lapangan, kerusakan jalan itu justru dipicu perbaikan jalan yang tidak benar dari pemerintah.
"Karena beberapa kali saya lihat itu, pengaspalannya juga nggak tepat, bahan-bahannya sepertinya ala kadarnya. Jadi bagaimana jalan-jalan tidak cepat rusak," ujarnya.
Dia mencontohkan kejadian seperti yang terjadi di mana seorang anggota DPRD Muara Enim, Sumatra Selatan, yang dengan mudahnya mencungkil aspal pakai tangan hingga terkelupas.
"Ini aturan main siapa? Siapa yang harus disalahkan kalau kayak begitu. Apa kami para sopir truk yang hanya karena mereka lihat sering membawa beban yang terlalu berat. Jadi, saya kembalikan lagi aturan mainnya bagaimana?" tukas Inces, sapaan akrabnya di kalangan para sopir truk.
Anggota Komisi V DPR RI, Suryadi Jaya Purnama, melihat Kemenhub saat ini hanya mencari solusi yang gampang dalam menjalankan Zero ODOL ini. Menurutnya, pemerintah hanya berpikiran bahwa, dengan melarang ODOL beroperasi, semua permasalahan bisa selesai begitu saja. Di sisi lain, pemerintah tidak memperbaiki kinerja, seperti tidak memperbaiki spesifikasi jalan, dan lain-lain.
Karenanya, dia menyarankan juga agar Kemenhub merevisi target penerapan Zero ODOL ini dengan menyiapkan perangkat-perangkatnya dulu. Menurutnya, perangkat tersebut menyangkut regulasinya termasuk di dalamnya seperti jalan, industrinya, semua harus diintegrasikan.
"Kalau semua itu sudah disiapkan ternyata masih ada yang melanggar, barulah sanksi bisa diterapkan. Sekarang kita punya kendaraan besar tapi jalannya tidak ada yang sesuai, terus kendaraan ini mau kita apakan. Nah, itu kan tidak ada solusinya. Dilarang lewat tapi kita lewat mana tidak disiapkan," katanya.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyampaikan kendaraan yang kelebihan muatan dan dimensi atau ODOL menyebabkan kerugian negara hingga Rp43,45 triliun tiap tahunnya. Menurutnya, kerugian itu diakibatkan karena kendaraan ODOL tersebut membuat infrastruktur jalan menjadi rusak sehingga pemerintah harus sering memperbaikinya.
"Dari data Kementerian PUPR, secara ekonomi setiap tahun negara mengalami kerugian Rp43 triliun akibat harus memperbaiki jalan yang rusak akibat truk ODOL," ucapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait:
Advertisement