Riset EY dan AFPI: Empat Segmentasi UMKM Masih Ada Kesenjangan Pendanaan yang Besar
Anugrah menyebutkan, sekitar 25% UMKM belum dapat dimasukkan dalam empat segmentasi tersebut. Meski demikian, segmentasi tersebut dapat menjawab sejumlah kemungkinan risiko pembiayaan khusus per klaster yang membutuhkan serangkaian intervensi kebijakan berdasarkan tingkat urgensi.
“Oleh karena itu, pengambilan langkah yang tepat sangat penting agar pembiayaan tidak salah sasaran dan terhindar dari kesenjangan yang semakin besar,” katanya.
EY memproyeksikan total kebutuhan pembiayaan UMKM pada 2026 akan mencapai Rp4.300 triliun dengan kemampuan suplai hanya Rp1.900 triliun. Artinya terdapat selisih atau kesenjangan sebesar Rp2.400 triliun dari total kebutuhan pembiayaan.
Permintaan beserta suplai bertumbuh dengan laju pertumbuhan hampir sama, yakni Compound Annual Growth Rate (CAGR) ~7,2% dari tahun 2022 hingga 2026. Inilah yang menyebabkan selisih pembiayaan juga bertumbuh dengan laju CAGR ~7%, sehingga kesenjangan akan terus melebar karena laju pertumbuhan yang masih positif.
Anugrah mengatakan, kesenjangan yang terus melebar terjadi jika “kondisi pasokan pembiayaannya tetap sama tanpa dibarengi kebijakan pendukung tambahan.”
Baca Juga: Riset AFPI dan EY: UMKM Butuh Pembiayaan hingga Rp4.300 Triliun pada 2026
Pada akhirnya, insentif pendanaan yang menarik akan mendorong peningkatan pasokan pembiayaan. Artinya, perusahaan teknologi berbasis pinjaman (fintech lending) dapat memainkan peran lebih besar karena tingkat risiko dan aksesibilitas platform yang lebih cocok dengan UMKM.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Nadia Khadijah Putri
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait:
Advertisement