Ketiga, keadilan restoratif terkait dengan dampak-dampak yang akan ditimbulkan dari proyek transisi energi JETP. Ashov mengatakan, penghapusan nikel dari daftar limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) menunjukkan biaya operator akan dikurangi dan bebannya akan dialihkan ke penerima dampak. Hal tersebut membuat keadilan restoratif makin sulit diwujudkan.
“Ada juga keadilan restoratif, dengan bicara soal pemulihan dampak-dampak yang terjadi karena percepatan ini. Berkaitan dengan transisi dan berkaitan dengan energi terbarukan, limbah nikel dari smelter dikeluarkan dari daftar limbah B3. Dia tidak akan dikelola sebagaimana mestinya limbah B3. Itu kan kurang lebih maknanya adalah ongkosnya dipindahkan ke penerima dampaklah. Potret keadilannya akan suram,” tutupnya.
Sebagaimana diketahui, Pemerintah Indonesia mendapatkan pendanaan untuk transisi energi melalui JETP sebesar US$20 miliar atau setara Rp311 triliun. Salah satu target dalam JETP adalah mempercepat pemanfaatan energi terbarukan, sehingga porsinya mencapai setidaknya 34 persen dari seluruh pembangkit listrik (bauran energi pembangkit listrik) di Indonesia pada 2030.
Baca Juga: IBEKA: Dana JETP Harus Diberikan pada Masyarakat, Bukan Kelompok Tertentu
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ni Ketut Cahya Deta Saraswati
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait:
Advertisement