Pemerintah Indonesia melakukan perjanjian pendanaan bersama negara-negara International Partners Group (IPG) untuk transisi energi melalui Just Energy Transition Partnership (JETP) pada KTT G20 di Bali tahun 2022 lalu. Perjanjian percepatan transisi energi ini dinilai akan sulit untuk memberikan keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Koordinator Gerakan #BersihkanIndonesia, Ahmad Ashov Birry berpendapat bahwa mewujudkan keadilan dalam perjanjian pendanaan ini terbilang rumit. Hal ini dikarenakan pendanaan ini untuk percepatan, di mana proyek percepatan tentu saja akan memiliki konsekuensi yang besar.
“Soal keadilan, ini yang paling rumit ya. Jadi JETP kan dia skema pendanaan untuk percepatan. Kita mau percepatan untuk transisi. Percepatan secara logika ada konsekuensi, sebagaimana investasi punya konsekuensi. Jadi, investasi untuk percepatan, kalau kita lihat impact bagaimana pembangunan terjadi selama ini di Indonesia, secara empiris keadilan akan jadi tantangan,” ujarnya dalam diskusi publik virtual Transisi: Energi JETP: Apa dan Bagaimana Dia Bekerja? yang gelar Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Jakarta, Rabu (2/8/2023).
Baca Juga: Celios: Mayoritas Masyarakat Indonesia Tidak Tahu Soal JETP
Ia lalu menjelaskan terdapat tiga elemen keadilan yang harus dipenuhi dalam setiap proyek. Pertama, keadilan prosedural, di mana proyek pembangunan harus melibatkan masyarakat. Ia menilai, pada proyek pendanaan JETP, partisipasi masyarakat kurang dilibatkan.
“Keadilan sendiri kalau kita mau ambil konsep umumnya kan ada tiga elemen. Dia harus adil secara prosedural, jadi bagaimana berbagai proyek pembangunan secara prosedur harus melibatkan masyarakat, dan itu juga menyangkut keterbukaan informasi. Secara prosedural, (proyek pendanaan ini) ya akan sulit juga karena trennya begitu dalam proses legislasi dengan berbagai pembenaran, partisipasi masyarakat di by pass gitu,” jelasnya.
Kedua, keadilan distributif, di mana selain mendapatkan beban, proyek juga harus memberikan benefit yang signifikan kepada masyarakat. Sementara proyek pendanaan transisi ini, justru terlihat tingkat ketimpangan pendapatan akan semakin besar.
“Kemudian ada keadilan distributif, jadi bukan hanya bebannya saja yang dibagikan ke masyarakat, tapi benefitnya juga. Sementara sejauh ini, jujur kalau distribusi timpang. Ketimpangan income juga semakin gede. Soal royalti nol persen itu kan jelas nanti secara distribusi dia tidak akan adil, atau kemudian bahaya dari dana besar masuk ke Indonesia dalam kondisi penegakan korupsi yang lemah. Dia akan sangat mengganggu keadilan distributif,” paparnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ni Ketut Cahya Deta Saraswati
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait:
Advertisement