Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Strategi CEO Hypernet Kembangkan Perusahaan dan Sinergi dengan Berbagai Pihak

Strategi CEO Hypernet Kembangkan Perusahaan dan Sinergi dengan Berbagai Pihak Kredit Foto: Sufri Yuliardi

UMKM menjadi penyumbang PDB di Indonesia, bagaimana strategi Hypernet supaya tetap relevan dan menjadi provider terdekat mereka? 

Kami sekarang banyak membuat aktivitas yang kami sebut dengan MENS, yakni Meet, Eat, Inspire. Nah acara ini bisa di tempat (offline), bisa daring (online).

Nah segmennya memang menyasar ke UMKM. Karena mereka butuh belajar. Biasanya UMKM ini, mereka lebih kepo. Mau cari tahu, ada apa lagi sih yang baru? Nah jadi kami bikin acara ini supaya kami bisa memberikan update knowledge.

Apa sih tren pasar sekarang? Terus kira-kira kalau dari sisi Hypernet, kami bisa bantunya di sisi yang mana? Nah pada saat mereka merasakan ketertarikan, ‘pak kami mau dong’. Nah biasanya, kami ada program uji coba gratis (free trial). Jadi kami berikan yang coba dulu tapi gratis, atau ada promo mungkin langganannya sekarang, tapi bayarnya bulan keempat, minimal komitmen harus dua tahun. 

Jadi fleksibilitas secara harga itu biasanya kami mainkan di segmen UMKM ini. Karena memang tantangannya adalah masalah bujet. Mereka terbatas, jika dibandingkan dengan korporasi.

Tapi bahwa mereka mau mencoba, mau. Kadang-kadang UMKM ini lebih gesit. Karena proses keputusannya kan cepat ya. Kalau korporasi mesti ke ini dulu, ke itu dulu, lama. Bisa dua bulan baru mendapat deal-nya. Sedangkan UMKM, hitungan hari bisa langsung oke. Tantangannya adalah harga jangan mahal-mahal.

Jadi, produk yang kami buat itu ke UMKM memang selalu concern-nya, pertama, pasti dari sisi harga dulu. Kedua baru dari ceruk atau niche-nya. Karena kalau niche-nya ada, harganya tidak masuk, mereka enggak sanggup beli juga. Tapi kalau harganya sudah sesuai dengan kantongnya mereka, biasanya niche-nya bisa kami buatkan, dengan cara kami mengedukasi tadi. 

Misal, dia enggak paham, tapi pada saat kami ajak event, ‘oh ternyata bisa begini ya, oh bener juga ya’. Dari situ niche-nya jadi ada. Tapi pas mereka tanya, ‘harganya berapa Pak?’ Nah harus sesuai. Kalau harganya selangit, ya mereka, ‘ya bapak percuma ngasih tahu saya, saya enggak sanggup pak’. ‘Keren, tapi saya enggak sanggup beli’. Jadi harus datang dari harganya dulu sih. Segmennya agak beda.

Kalau korporasi, dia maunya niche dulu. ‘Saya bagian biaya, bisa saya pikirin, yang penting kamu bisa begini enggak? Gini, gini, gini’. Jadi biasanya PR-nya sudah ada dari mereka. Kami malah ikuti. Nanti kami kasih fokusnya.

Kalau UMKM, dia mau disuapin. Hypernet bisa kasih UMKM apa sih

Di tengah persaingan bisnis penyedia internet di Indonesia, bagaimana Hypernet tetap bertahan meski di segmen B2B?

Kuncinya memang pasti kami harus inovasi terus ya, dan menyesuaikan dengan kebutuhan si pelanggan. Percuma kami punya produk yang keren, bagus, mungkin di luar sudah banyak yang memakai. Tapi pada saat di bawah, penduduknya ternyata tidak sesuai dengan kebutuhan pasar. Jadi, kami selalu pendekatan dua arah, dari sisi secara perkembangan teknologi dan permintaan pasar.

Nah kalau dilihat dari secara komposisi, dengan adanya sinergi dengan XL Axiata, saya melihatnya bahwa kami lebih punya solusi end-to-end. Karena dari sisi penyediaan infrastruktur bahkan sampai ke mobile cellular, kami bisa sediakan sekarang dengan dibantu oleh teman-teman dari XL Axiata.

Dari sisi secara penyediaan hardware dan software, kami memang sudah lakukan sejak awal. Sekarang kami masuk juga ke penyediaan IT outsourcing dan prosesnya. Jadi seperti penggabungan antara penyedia selular, penyedia barang dengan penyedia jasa konsultasi (consulting). 

Ujung-ujungnya akan menjadi satu end-to-end bisnis proses outsourcing-nya. Nah ini yang kami lihat memang dari Hypernet, ekosistem kami sudah buat sedemikian rupa supaya end to end-nya dapet.

Kalau dibandingkan dengan kompetitor, kayaknya mereka masih satu per satu (piece by piece). Ya ada yang memang jago di perangkat keras (hardware), jago di operator seperti yang merah dan kuning itu yang fokusnya jualan selular saja.

Ada yang memang jasa konsultasinya saja, tapi dia enggak mengerti penyediaan hardware. Nah kami berusaha supaya ini bisa end-to-end.

Motto “cepat, tegas, dan simpel”, bagaimana mewujudkan ini bersama tim Hypernet? 

Sebenarnya tiga kata tadi yang disebutkan itu turunannya saja sih. Sebenarnya banyak juga ya. Aman, nyaman, transformatif, dan sebagainya. Tapi itu memang sub-campaign lah. Bahasa marketing itu konten lah supaya menarik. Tagline besarnya itu adalah di sisi #TerimaBeres.

Kalau kultur internal kami, tadi Anda lihat ada tulisan SOLID yang besar itu. Simplicity, open-minded, learning spirit, integrity, dan dependable. Jadi itu memang kulturnya kami. Karena konsepnya #TerimaBeres, kami maunya memang pelanggan kami ya terima beres saja. Jangan pusing. Simpel. Satu kata yang menggambarkan semua masalah mereka tapi mereka langsung ngeh. Karena UMKM ini kan enggak semuanya yang mengerti teknologi. Enggak semuanya paham. Jadi kami harus buat satu slogan yang memang mereka itu paham.

#TerimaBeres di mananya? ‘Oh yaudah Bapak. Tidur tenang aja ya sudah, pokoknya Bapak bisnis jalan terus’, begitu.

Soal pilar Empowering People, seberapa inklusif Hypernet dalam merekrut talenta perempuan dan putra-putri daerah? 

Di bisnis seperti ini terutama jasa, apalagi kami berbicara soal teknologi, ujung-ujungnya memang yang paling berharga adalah aset karyawannya.

Kalau sumber dayanya enggak mumpuni, dikasih barang sebagus apa pun enggak akan bisa dioperasikan dengan maksimal. Jadi memberdayakan talenta (Empowering People) itu menjadi salah satu pilar utama kami untuk menjalankan bisnis.

Nah salah satu bentuk konkretnya, kami pindah ke tempat yang baru untuk memfasilitasi mobilisasi supaya lebih strategis. Secara interior, ala-ala startup, supaya tadi, Gen Z lihat-lihat, ‘oh pantry bagus ya, mau’. 

Kami juga memberikan banyak sekali fasilitas pelatihan dan sertifikasi. Kalau dia ikut pelatihan dan lulus sertifikasi, mereka mendapatkan tunjangan sertifikasi. Jadi gajinya bertambah. Bukan hanya ‘oh kasih training gratis’, kan itu biasa lah ya. Namanya pelatihan, ya kantor harus bayarin dong, masa dari sendiri? Sudah kantor yang bayarkan, mereka diberikan pula tunjangan setiap bulan, selama masa sertifikasinya berlaku dan satu orang bisa maksimal mendapatkan 5 sertifikasi. Jadi dapat 5 kali tunjangan tuh.

Jadi, cara untuk naik gaji di sini tuh enggak hanya promosi saja. Kalau atasannya masih ada, masa ditendang? Ya berarti dia harus meningkatkan kompetensi dan keahlian dengan sertifikasi.

Itu salah satu hal untuk memotivasi talenta kami agar mau terus belajar. Karena kan kultur yang kita tadi berpikiran terbuka dan spirit senang belajar, dia harus belajar, dia mesti terbuka. Kalau kami enggak belajar, kami enggak terbuka, bagaimana bisa mengajari orang lain? Kira-kira begitu lah. Jadi people memang menjadi salah satu fokus utama kami.

Ada Empowering People, Product Transformation, Process Optimization, Partner Collaboration, dan yang terakhir Customer Engagement. Ini menjadi lima strategi utama kami dalam menjalankan bisnis.

Semua leader kami harus menurunkan lima strategi ini menjadi inisiatif bisnis. Nanti biasanya kami pada saat kuartal ketiga ini akan ada rapat kerja nasional. Semua leader dikumpulkan. Mereka membuat rencana bisnis baru untuk 2024. Target sudah ada, ditentukan. Untuk mencapai target itu mereka harus ngapain kan begitu? Nah panduan mereka harus dari lima ini. Enggak boleh bikin ngasal-ngasal begitu.

Soal proporsi perempuan dan anak daerah, sejak pandemi COVID-19 sih memang kami memfokuskan, kalau bisa jumlah karyawan perempuan lebih banyak dari sebelum-sebelumnya. Tapi porsi persentasenya, saya nanti butuh kualifikasi sama tim Human Capital.

Memang sekarang jumlah pelamar baru yang saya lihat lebih banyak didominasi perempuan, terutama di bagian marketing dan sales, terutama itu. Kalau di bagian operasional memang masih dominasinya pria. 

sudianto_oei_132714_big.jpg

Nah kalau anak daerah, saya belum mendapatkan datanya. Karena yang saya masih tekankan, masalah profil umurnya sih. Karena inginnya tadi, proses motivasinya itu masih tetap semangat bekerja lah. Masalah dia orang Jakarta atau orang luar Jakarta, menurut saya sih itu tidak masalah atau doesn't matter. Karena sama-sama IT kok.

Kami juga sudah buka perwakilan di Kalimantan dan Sumatera. Jadi fokusnya kami adalah setiap pulau itu setidaknya harus ada perwakilan. Nah masalah nanti itu menyebar lagi ke kota lain itu tergantung dari perkembangan bisnisnya.

Kalau buka cabang di daerah, kalau bisa kepala cabangnya minimal harus talenta lokal. Karena dia yang mengerti pasar. Masalah nanti timnya mungkin dikirimkan dari Jakarta atau dari tempat lain. Tetapi kepala cabangnya, biasanya kami selalu minta orang lokal. 

Baca Juga: Strategi Hypernet Lekatkan Diri dengan UMKM: Mereka Lebih Kepo

Semisal enggak ada, secara sementara dikirim dari Jakarta, setelah itu baru ke talenta lokal. 

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Nadia Khadijah Putri
Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: