"Rekor tingkat kepuasan publik yang mencapai 81,6 persen mendasari munculnya faktor Jokowi sebagai penentu dalam konstelasi pemilu, khususnya Pilpres 2024," terang Rudi Hartono dalam press release di Jakarta, pada Selasa (22/8).
Menurut Rudi, cawe-cawe seorang pemimpin tidak bisa dilihat dari sekadar netralitas pejabat publik. Jika hanya dimaknai sebatas prosedur administrasi, pejabat yang diatur dalam regulasi pemilu wajib menaatinya atau harus berhadapan dengan pengawasan pemilu dan penegakan hukum.
Baca Juga: 'Saling Sikut' Jelang Pilpres, Jokowi Diminta Rajin Kumpulkan Ketum Parpol Termasuk Kubu Anies
"Dalam aspek politik, pengaruh ketokohan dan adu kepentingan tidak bisa terhindarkan, sepanjang tidak mencederai proses demokrasi dan etika politik," tandas Rudi. Harus diakui bahwa Jokowi kini telah menjelma dari sebatas "petugas partai" menjadi sosok kingmaker dalam pergulatan elite.
Tarik-menarik kepentingan inilah yang membuat sikap cawe-cawe Jokowi menjadi pro dan kontra. Bagi kubu oposisi yang menginginkan perubahan dan antitesis, kekhawatiran muncul jika terjadi pengerahan sumber daya yang berasal dari negara untuk menjegal capres yang mereka usung.
"Pada kenyataannya menjadi oposisi di Indonesia tidak berarti mereka tidak turut mendapatkan kue dari kekuasaan, terbukti dari korupsi berjemaah yang menyangkut semua elite partai, baik di kubu pemerintah maupun oposisi," terang Rudi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait:
Advertisement