Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Heboh! Cadangan Nikel RI Sekarat 15 Tahun Lagi, Apa Biang Keroknya?

Heboh! Cadangan Nikel RI Sekarat 15 Tahun Lagi, Apa Biang Keroknya? Ilustrasi: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

Indonesia telah lama dikenal sebagai salah satu produsen nikel terbesar di dunia dengan cadangan nikel yang melimpah. Bahkan, 26 persen cadangan nikel dunia berasal dari Tanah Air. 

Namun, ada kabar bahwa cadangan nikel Indonesia akan habis hanya dalam 15 tahun mendatang saja. Kabar tersebut muncul setelah Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merilis sebuah data yang menunjukkan bahwa jumlah sumber daya bijih nikel di Indonesia mencapai 17,68 miliar ton dengan cadangan 5,24 miliar ton. Untuk sumber daya logam nikel mencapai 177 juta ton dengan cadangan 57 juta ton.

Dengan besaran sumber daya dan cadangan tersebut, Badan Geologi menafsirkan jika umur cadangan nikel saprolite (kadar tinggi) tinggal 15 tahun dan cadangan nikel limonite (kadar rendah) 34 tahun. 

Baca Juga: Pengerukan Nikel yang Cepat Terkendala ESG, Begini Respons Anak Buah Luhut

Tidak hanya itu, Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) pernah menyebarkan data yang menyebut cadangan bijih nikel kadar tinggi Indonesia hanya dapat bertahan 7 hingga 10 tahun. APNI memproyeksikan konsumsi saprolite akan terus meningkat menjadi 150 juta ton dan akan terkerek hingga 400 juta ton pada 2026 mendatang.

Untuk diketahui, pengolahan saprolite dengan teknologi RKEF ini pada umumnya menghasilkan produk olahan nikel kelas dua berupa nickel pig iron (NPI) dan feronikel (FeNi) untuk kemudian dibuat menjadi stainless steel.

Kabar tersebut tentu saja membuat kegaduhan dan menjadi bahan pembicaraan. Pasalnya, Indonesia sendiri mendapat julukan sebagai ‘Raja Nikel’. Banyak pihak yang bertanya-tanya bagaimana negara yang dikabarkan memiliki cadangan nikel terbesar di dunia akan kehilangan harta karun tersebut hanya dalam hitungan tahun saja.

Kabar Cadangan Nikel Indonesia Sekarat Hoaks?

Menanggapi kabar terkait cadangan nikel Indonesia yang akan habis dalam 15 tahun mendatang, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia membantah kabar tersebut.

Ia  menilai proyeksi umur cadangan nikel hanya sampai 15 tahun itu belum ada kajian teknisnya. Perkiraan tersebut, menurutnya, baru didasarkan pada perhitungan jumlah cadangan nikel yang sudah dieksplorasi dengan kapasitas smelter nikel yang sudah beroperasi.

“Gini, belum ada satu kajian teknis yang menyatakan bahwa 15 tahun [umur cadangan nikel] itu kan baru persepsi saja. Hasil itu hanya hasil eksplorasi dengan kapasitas smelter yang ada,” ujarnya di Jakarta, Selasa (29/8/2023).

Bahlil melanjutkan bahwa masih banyak tempat yang belum dieksplorasi oleh pemerintah untuk menambah cadangan nikel yang ada. Ia yakin wilayah Papua masih menyimpan sumber daya nikel yang cukup besar, sehingga dia ragu cadangan nikel Indonesia akan habis dalam 15 tahun.

“Jadi, saya enggak yakin [cadangan] 15 tahun, masih banyak. Di Papua itu masih banyak nikel,” ujarnya.

Sementara itu, Wakil Presiden (Wapres) KH Ma’ruf Amin memastikan bahwa pemerintah akan melakukan penelitian menyeluruh untuk memvalidasi data terkait cadangan nikel.

“Itu harus diteliti betul, apa betul cadangan nikel [tinggal 10-15 tahun]. Ini pemerintah akan meneliti itu,” tegas Wapres saat dimintai tanggapannya oleh awak media usai melakukan pertemuan dengan ulama pesantren dan tokoh agama se-Madura di Pondok Pesantren Al Anwar, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur,  dikutip Jumat (1/9/2023).

Indonesia Si Raja Nikel

Belakangan ini, nikel memang sedang menjadi primadona di dunia pertambangan. Pasalnya, sedang ada tren peralihan kendaraan bertenaga bensin ke kendaraan berbasis energi listrik. Sebagaimana diketahui, kendaraan berbasis energi listrik membutuhkan baterai, dan nikel merupakan bahan baku utama untuk memproduksi baterai tersebut. Alhasil, permintaan terhadap hasil bumi ini pun melejit.

Indonesia sendiri beruntung lantaran menjadi salah satu negara yang memiliki harta karun tersebut. Disebutkan bahwa Indonesia menjadi negara nomor satu di dunia yang memiliki cadangan nikel terbesar.

Berdasarkan Booklet Nikel 2020 yang dirilis Kementerian ESDM, cadangan nikel RI mencapai 72 juta ton. Total cadangan ini mencakup cadangan nikel kadar rendah (limonite) dan kadar tinggi (saprolit). Sumber-sumber nikel itu 90 persen tersebar di Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara.

Hilirisasi Penyebab Menipisnya Cadangan Nikel Indonesia?

Besarnya potensi nikel Indonesia telah berhasil memikat banyak investor berdatangan ingin menambang hingga membangun pabrik pemurnian (smelter). Terlebih lagi, semenjak Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerapkan kebijakan larangan ekspor bijih nikel per Januari 2020, serta menerapkan kebijakan hilirisasi nikel, banyak pemodal asing yang masuk ke Indonesia. Sebut saja investor-investor dari China, mereka berlomba-lomba membangun smelter di Timur Indonesia, yang memang surga penghasil nikel.

Menjamurnya smelter-smelter nikel dianggap menjadi salah satu penyebab dari menipisnya jumlah cadangan nikel di Indonesia. Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) menilai sekaratnya cadangan nikel Indonesia dikarenakan produksinya yang kian digenjot untuk menyuplai ke smelter-smelter yang beroperasi di Indonesia.

Oleh sebab itu, Perhapi menyarankan pemerintah untuk segera menyetop atau melakukan moratorium smelter nikel di dalam negeri. Khususnya untuk smelter nikel dengan fase satu.

Rizal Kasli, Ketua Umum Perhapi, mengatakan bahwa pihaknya sudah beberapa kali mengusulkan kepada pemerintah untuk melakukan moratorium smelter nikel.

"Kami beberapa kali usul dilakukan moratorium pembangunan smelter pirometalurgi karena menggunakan nickel ore kadar tinggi, saprolit, yang minim. Kalau digenjot terus, kita khawatir ketahanan cadangan nikel riskan," jelas Rizal, dikutip dari CNBC Indonesia, Jumat (1/9/2023).

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ni Ketut Cahya Deta Saraswati
Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: