“Belum, saya belum dapat informasi itu,” ujarnya kepada awak media usai membuka Rakernas HIPMI ke-XVIII di ICE BSD City, dikutip dari Bisnis.com, Jumat (1/9/2023).
Kementerian Keuangan juga menyebutkan bahwa pihaknya belum melakukan pembahasan mengenai penghapusan Pertalite tersebut.
“Belum ada [pembahasan itu], Pertamax belum ada,” kata Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kemenkeu Wahyu Utomo, Rabu (30/8/2023).
Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menegaskan BBM subsidi Pertalite tidak langsung hilang beredar di tahun depan.
"Belum, belum hilang," kata Arifin di Jakarta, Jumat (1/9/2023).
Perlu Belajar dari Masa Lalu
Direktur Eksekutif Energy Watch, Daymas Arangga menilai bahwa penghapusan Pertalite dan penggantian dengan Pertamax Green 92 akan meningkatkan pengeluaran subsidi.
Terutama, peralihan subsidi ini serupa dengan kebijakan sebelumnya dari Premium ke Pertalite. Oleh karena itu, ia berharap ada penilaian menyeluruh yang dilakukan sebelum kebijakan ini diimplementasikan. Sehingga, penghapusan Pertalite ini nantinya tidak akan menambah beban negara.
“Jangan terkesan mengulang skema penghapusan Premium menjadi Pertalite yang akhirnya juga menambah beban subsidi negara karena nilai ekonominya lebih besar,” ujar Daymas melalui keterangan tertulis dikutip pada Jumat (1/9/2023).
Seperti yang sudah diketahui, berdasarkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024, pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi energi Rp185,9 triliun atau naik 0,2 persen dari proyeksi realisasi tahun ini sebesar Rp185,4 triliun.
Khusus subsidi Jenis BBM Tertentu (JBT), pemerintah mengalokasikan anggaran Rp25,7 triliun atau meningkat sekitar 10,3 persen dari outlook realisasi tahun ini, Rp23,3 triliun.
Daymas menambahkan, jika kebijakan hapus Pertalite dilakukan untuk mengurangi emisi yang saat ini mengkhawatirkan, maka perlu dilakukan pendataan yang jelas terkait seberapa besar polusi bisa berkurang dengan peralihan tersebut.
“Perlu adanya matriks-matriks berupa pendataan yang jelas terkait berapa jumlah emisi yang dihasilkan oleh semua sektor, baik itu energi, industri, transportasi ataupun sektor-sektor yang berpotensi menghasilkan emisi lainnya,” jelasnya.
Bagaimana Dampaknya pada Masyarakat?
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan penghapusan Pertalite akan berdampak pada inflasi dan menggerus daya beli masyarakat. Mengingat, saat ini Pertalite menjadi bahan bakar mayoritas yang digunakan oleh masyarakat Indonesia.
"Kalau Pertalite juga dihapuskan akan mempunyai dampak terhadap inflasi, yang akan menggerus daya beli masyarakat. Pasalnya, sebagian besar konsumen sudah migrasi dari Premium ke Pertalite, sehingga konsumen Pertalite saat yang terbesar," ujarnya dikutip dari Detikcom, Jumat (1/9/2023).
Rencana penghapusan Pertalite ini tentu saja menjadi pembicaraan di masyarakat. Masyarakat bertanya-tanya apakah dengan dihapuskannya Pertalite dan digantikan dengan Pertamax Green 92 akan memengaruhi harga yang harus mereka keluarkan untuk memenuhi kebutuhan BBM mereka.
Menjawab pertanyaan tersebut, Dirut Pertamina menyampaikan Pertamax Green 92 nantinya akan masuk dalam barang subsidi Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) menggantikan Pertalite. Sehingga, harganya akan diatur oleh pemerintah, di luar fluktuasi harga minyak mentah dunia.
"Pertamax Green 92 harganya pun tentu ini adalah regulated. Tidak mungkin yang namanya JBKP harganya diserahkan ke pasar karena ada mekanisme subsidi atau kompensasi di dalamnya," tegas Nicke.
Baca Juga: BPH Migas Resmikan 29 Penyalur BBM Satu Harga, Jangkau Masyarakat di Wilayah 3T
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ni Ketut Cahya Deta Saraswati
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait:
Advertisement