Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

CENTRIS Sebut Aksi 'James Bond China' di Parlemen Inggris

CENTRIS Sebut Aksi 'James Bond China' di Parlemen Inggris Kredit Foto: Unsplash/Nahel Abdul Hadi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Dunia kembali di hebohkan dengan aksi spionase China, yang kali ini dapat diungkap oleh Kepolisian Inggris. Dua pria ditangkap lalu diamankan petugas kepolisian Inggris pada bulan Maret lalu, karena dicurigai menjadi mata-mata China.

Penangkapan tersebut baru terungkap pekan ini, ketika surat kabar Sunday Times melaporkan, salah seorang tersangka mata-mata Tiongkok, yang ternyata bekerja sebagai peneliti di Parlemen Inggris.

Menanggapi hal ini, Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (CENTRIS) meminta pemerintah Indonesia dan negara-negara dunia, untuk lebih mengetatkan kewaspadaan terhadap aksi spionase China, yang kembali dapat diungkap untuk kesekin kalinya.

Peneliti CENTRIS, AB Solissa, mengatakan, mata-mata China yang berhasil ditangkap oleh Polisi Inggris, tentunya memiliki keahlian khusus, karena dapat masuk kedalam Parlemen Inggris.

“Parahnya lagi, ‘James Bond China’ yang bekerja sebagai peneliti di Parlemen Inggris, di sebut Sunday Times memiliki hubungan dengan beberapa anggota senior Partai Konservatif yang berkuasa,” kata AB Solissa kepada wartawan, Kamis, (14/9/2023).

Penangkapan tersangka mata-mata Tiongkok di jantung pemerintahan Inggris ini, telah menimbulkan kehebohan dan memicu ketakutan baru mengenai cara Beijing mengumpulkan informasi intelijen.

Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak membicarakan insiden itu dengan Perdana Menteri China Li Qiang pada pertemuan puncak G20 baru-baru ini di India.

Rishi Sunak mengonfrontasi Li Qiang atas campur tangan negaranya yang 'tidak dapat diterima' terhadap demokrasi Inggris, sementara anggota parlemen mengatakan hal itu menandai 'eskalasi' permusuhan yang dilakukan oleh negara adidaya tersebut.

“Ini bukan pertama kalinya Tiongkok dikutuk atas dugaan kegiatan mata-mata mereka di negara lain. Beijing tercatat telah menerbangkan balon pengintai di atas Amerika Serikat (AS), sehingga membuat Negeri Paman Sam berang dan langsung menembal jatuh balon tersebut,” ujar AB Solissa.

Banyak teknik spionase Tiongkok telah didokumentasikan selama bertahun-tahun, dengan mata-mata ditangkap dan perusahaan diberi sanksi atas dugaan peran mereka menjadi alat spionase China.

AS telah memperingatkan pada tahun 2022 bahwa raksasa Asia ini mewakili 'ancaman spionase dunia maya yang paling luas, paling aktif, dan terus-menerus' terhadap pemerintah dan sektor swasta.

“Menurut para peneliti dan pejabat intelijen Barat, Tiongkok telah mahir meretas sistem digital negara-negara pesaingnya untuk mengumpulkan rahasia dagang,” tutur AB Solissa.

Pada tahun 2021, AS, North Atlantic Treaty Organization (NATO), dan sekutu lainnya mengatakan Tiongkok telah mempekerjakan 'peretas kontrak' untuk mengeksploitasi pelanggaran dalam sistem email Microsoft, sehingga memberikan agen keamanan negara akses ke informasi sensitif.

Mata-mata Tiongkok juga meretas departemen energi AS, perusahaan utilitas, perusahaan telekomunikasi, dan universitas, menurut pernyataan pemerintah AS dan laporan media.

Pada tahun 2019, Departemen Kehakiman AS mendakwa raksasa teknologi Huawei berkonspirasi untuk mencuri rahasia dagang AS, dan pelanggaran lainnya.

Washington telah melarang perusahaan tersebut untuk memasok sistem pemerintah AS dan sangat tidak menyarankan penggunaan peralatannya di sektor swasta karena khawatir hal tersebut dapat dikompromikan.

"Laporan sejumlah media massa menyebut Beijing telah memanfaatkan warga Tiongkok di luar negeri untuk mengumpulkan intelijen dan mencuri teknologi sensitif,“ ujar AB Solissa.

Salah satu kasus yang paling menonjol adalah kasus Ji Chaoqun, yang dituduh memberikan informasi tentang delapan orang kepada kementerian keamanan provinsi Jiangsu, sebuah unit intelijen yang dituduh terlibat dalam pencurian rahasia dagang AS.

Ji Chaoqun dijatuhi hukuman delapan tahun penjara AS karena berbagi informasi tentang kemungkinan target perekrutan dengan intelijen Tiongkok.

Tahun lalu, pengadilan AS menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara kepada seorang perwira intelijen Tiongkok karena mencuri teknologi dari perusahaan-perusahaan dirgantara AS dan Prancis.

Pria tersebut, bernama Xu Yanjun, dinyatakan bersalah karena memainkan peran utama dalam skema lima tahun yang didukung negara Tiongkok untuk mencuri rahasia komersial dari GE Aviation, salah satu produsen mesin pesawat terkemuka di dunia, dan Safran Group dari Prancis.

Pada tahun 2020, pengadilan AS memenjarakan insinyur Raytheon Wei Sun seorang warga negara Tiongkok dan warga negara AS yang dinaturalisasi karena membawa informasi sensitif tentang sistem rudal Amerika ke Tiongkok melalui laptop perusahaan.

“Indonesia dan negara-negara dunia lainnya patut mencontoh langkah tegas AS yang langsung menghukum mata-mata asing dinegaranya,” tegas AB Solissa.

“Berbicara kedaulatan negara, tindakan tegas dan keras kepada semua ‘James Bond’ ilegal, kami rasa sangat pantas. Kalo perlu, penjarakn seumur hidup saja.” Pungkas AB Solissa.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: