Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jumlah Pencurian Dana Kripto Oleh Korea Utara Turun 80% dari 2022

Jumlah Pencurian Dana Kripto Oleh Korea Utara Turun 80% dari 2022 Kredit Foto: Unsplash/André François McKenzie
Warta Ekonomi, Jakarta -

Aset kripto yang dicuri oleh peretas terkait Korea Utara mengalami penurunan drastis sebesar 80% dari tahun 2022.

Dilansir dari Cointelegraph, Senin (18/9/2023), pada tanggal 14 September, peretas terkait Korea Utara telah mencuri total senilai $340,4 juta (Rp5,2 triliun) dalam bentuk kripto. Angka tersebut turun dari rekor $1,65 miliar (Rp25,3 triliun) dana yang dilaporkan dicuri pada tahun 2022.

Meskipun begitu, dalam sebuah laporan yang diterbitkan pada tanggal 14 September, sebuah perusahaan forensik blockchain, Chanalysis, mengatakan bahwa ini bukan selalu tanda kemajuan.

Baca Juga: Bank Sentral Hong Kong Peringatkan Bursa Kripto yang Mengklaim Sebagai Bank Melanggar Hukum

"Dikuranginya angka tahun ini bukan selalu menjadi indikator peningkatan keamanan atau penurunan aktivitas kriminal. Kita harus ingat bahwa tahun 2022 menetapkan standar yang sangat tinggi,” catat laporan tersebut. 

"Sebenarnya, kita hanya butuh satu peretasan besar lagi untuk melampaui ambang batas satu miliar dolar dalam dana yang dicuri untuk tahun 2023.” 

Untuk diketahui, dalam 10 hari terakhir, kelompok Lazarus dari Korea Utara telah melakukan dua peretasan terpisah, yaitu Stake ($40 juta atau Rp614 miliar) pada tanggal 4 September dan CoinEx ($55 juta atau Rp884,2 miliar) pada tanggal 12 September.

Dengan dua peretasan terbaru ini, serangan terkait Korea Utara telah menyumbang sekitar 30% dari semua dana kripto yang dicuri dalam peretasan tahun ini, demikian yang diungkapkan oleh Chainalysis.

"Lazarus terus menjadi pencuri kripto yang produktif, yang semakin membuat kekhawatiran mengingat ancaman keamanan nasional yang dihadirkan oleh Korea Utara," kata Erin Plante, Wakil Presiden Investigasi Chainalysis.

Erin menambahkan, untuk memperkuat pertahanan terhadap serangan, perusahaan kripto perlu melatih karyawan untuk melawan taktik rekayasa sosial yang umum digunakan oleh kelompok peretas ini.

"Dengan peretas terkait Korea Utara khususnya, taktik rekayasa sosial yang canggih yang memanfaatkan kepercayaan dan kelalaian sifat manusia untuk mendapatkan akses ke jaringan perusahaan telah lama menjadi vektor serangan favorit. Tim harus dilatih tentang risiko dan tanda peringatan ini,” imbuhnya. 

Sementara itu, Chainalysis telah menemukan bahwa peretas Korea Utara semakin bergantung pada beberapa bursa berbasis Rusia untuk mencuci dana ilegal dalam beberapa tahun terakhir. Perusahaan tersebut mengatakan bahwa Korea Utara telah menggunakan berbagai bursa berbasis Rusia sejak tahun 2021. 

Mixer kripto yang disanksi oleh Amerika Serikat, Tornado Cash dan Blender, juga telah digunakan oleh Kelompok Lazarus dalam peretasan Jembatan Harmony dan peretasan-peretasan berprofil tinggi lainnya yang dilakukan oleh kelompok ini.

Untuk diketahui, PBB telah berusaha untuk membatasi taktik kriminal siber Korea Utara secara internasional karena dipahami bahwa Korea Utara menggunakan dana yang dicuri untuk mendukung program rudal nuklirnya. Sementara itu, perusahaan berharap audit kontrak pintar yang ditingkatkan akan membuat hidup lebih sulit bagi para peretas ini.

Baca Juga: Jepang Berencana Izinkan Startup Terbitkan Aset Kripto

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ni Ketut Cahya Deta Saraswati
Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: