Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

AdaKami Tanggapi Berita Viral Soal Debt Collector dan Order Ojol Fiktif, Ini Kata Dirutnya

AdaKami Tanggapi Berita Viral Soal Debt Collector dan Order Ojol Fiktif, Ini Kata Dirutnya Kredit Foto: Nadia Khadijah Putri
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Utama AdaKami, Bernardino Moningka Vega hari ini menanggapi secara resmi atas berita viral soal penagihan yang tidak etis debt collector (DC) yang menyebabkan penerima pinjaman melakukan bunuh diri dan pemesanan ojek online (ojol) fiktif di Kuningan, Jakarta pada Jumat (22/9/2023). 

Bernardino atau yang biasa disebut Dino ini menyampaikan tiga poin kepada publik terkait berita viral tersebut, pertama penuduhan AdaKami terhadap korban bunuh diri di Sumatera Selatan, kedua masalah pemesanan ojol (GoJek) fiktif, dan ketiga bunga pinjaman. 

Untuk poin pertama tentang korban, Dino masih menunggu informasi tambahan dari pihak keluarga korban, agar AdaKami mudah melacak data di pusat data fintech lending

Baca Juga: Ekonom: Ada Keterkaitan antara Peningkatan Jumlah Pinjol dan Judi Online

“Dalam file kami sendiri, enggak cukup sih, inisial nama korban, pinjaman sekian, tinggal di sekian, itu enggak ada. Kami terbuka, kalau ada informasi tambahan, atas korban bunuh diri ini,” ujar Dino di Konferensi Pers AdaKami di Kuningan, Jakarta pada Jumat (22/9/2023). 

Dino juga menambahkan, berita ini juga masuk dalam laporan ke kepolisian, untuk mempermudah investigasi atas yang korban alami. 

“Kami juga memasukkan laporan ke polisi, untuk mengatakan bahwa kami mendukung untuk mencari dugaan dari korban bunuh diri,” tambah Dino. 

Poin kedua tentang pemesanan fiktif, Dino selaku perwakilan AdaKami tidak mentolerir adanya debt collector yang melakukan praktik-praktik di luar standar operasional (SOP). Sebagai perusahaan fintech lending berbasis P2P lending, AdaKami berizin dan patuh di bawah naungan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

“Semua platform [di bawah naungan OJK, mesti patuh pada] POJK Nomor 10, semua platform harus (mematuhi itu) dan itu termasuk SOP,” sambung Dino. 

Untuk itu, mengenai berita viral di Twitter tentang penerima pinjaman AdaKami yang menjadi korban, Dino meminta tolong pada keluarga korban untuk memberikan informasi tambahan, baik berupa screenshot pesan chat, bukti rekaman percakapan, atau nomor telepon debt collector yang menagih dengan cara kasar. Jika ada informasi tambahan, pihak AdaKami memprosesnya selama 5 hari kerja. 

Poin ketiga tentang bunga tinggi, Dino mengakui bahwa imbauan dari OJK mengenai bunga yang harus di bawah dari yang ditetapkan, masih diberlakukan AdaKami, yakni menyamakan bunga antara tenor pendek dengan ticket size-nya kecil dan tenor yang panjang dengan ticket size besar. 

“Jadi kami akan sesuaikan, itu jadi biasanya produk-produknya bermacam-macam, misalnya kami juga ada yang tenornya rendah, itu hanya sebulan ticket size-nya, hanya saja bayarnya seluruh service fee 10% dan sebagainya. Jadi ini tergantung paket produk yang kami tawarkan ke masyarakat,” jelas Dino. 

Namun dari segi bunga harian, Sekretaris Jenderal AFPI, Sunu Widyatmoko menambahkan, bunga harian (istilah ini tergantung masing-masing platform fintech lending, di AdaKami bernama bunga harian), sebesar 0,4%, dan itu sudah termasuk dengan biaya asuransi, biaya administrasi, biaya layanan, biaya risk management, dan sebagainya. 

“Semua biaya ini, kami beri batasan, kalau digabung jadi satu, yang harus dibayar oleh peminjam on top of the principle itu kalau dibagi hari pinjaman, tidak boleh lebih dari 0,4%,” ujar Sunu. 

Sunu juga memaparkan, AFPI yang berfokus pada perlindungan konsumen, akan menjembatani platform fintech lending—termasuk P2P lending—dengan nasabah. 

“Kami selalu peduli kepada perlindungan konsumen, jadi apa pun yang terjadi yang terkait dengan perlindungan konsumen, maka AFPI akan mencoba membantu siapa pun yang menjadi korban, baik itu pemberi pinjaman maupun penerima pinjaman, kami akan turun tangan untuk mencoba memitigasi,” tutup Sunu. 

Melalui langkah ini, Sunu mengatakan bahwa ini merupakan dari upaya AFPI untuk memastikan anggota-anggotanya patuh pada ketentuan kode etik dan taat azas. 

Baca Juga: Duh-Aduh, Usia 19 Tahun ke Bawah Banyak Terjerat Pinjol dan Kredit Macet!

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Nadia Khadijah Putri
Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: