- Home
- /
- New Economy
- /
- Energi
HPMPI Keluhkan Lesunya Bisnis Pertashop, Pengamat: Mereka Beda dengan SPBU
Pengamat Kebijakan Energi, Sofyano Zakaria menilai, solusi yang paling jitu untuk membuat pertashop tetap dicari pembeli bahan bakar minyak (BBM) Pertamax/BBM subsidi adalah dengan mencegah Pertalite mengalir ke Pertamini dan Pertabotol. Namun usaha pencegahan ini jangan sampai dihembuskan karena pengusaha pertamini dan pertabotol akan bereaksi.
"Dengan segala daya Pertalite perlu dicegah agar tidak mengalir ke Pertamini dan Pertabotol. Tapi usaha pencegahan ini jangan sampai belum apa-apa sudah dihembuskan yang ujung-ujungnya tidak akan berhasil karena pengusaha Pertamini dan Pertabotol akan bereaksi," kata Sofyano di Jakarta, Jumat (22/9/2023).
Baca Juga: Pemenuhan BBM Harus Terjaga Selama Masa Transisi Energi
Namun menurut dia, siapa yang akan berwenang mengawasi dan menindak Pertamini dan Pertabotol Itulah yang harus dijawab dengan tegas.
"Harus jelas juga posisi antara regulator, operator dan APH. Dan tidak saling lempar tanggung jawab," ujarnya.
Menurut dia, dengan adanya Pertamini dan Pertabotol yang menjual Pertalite harga subsidi maka rakyat kecil tidak mau beli Pertamax non subsidi di Pertashop.
"Pertashop beda dengan SPBU, karena tangki BBM di Pertashop maksimal hanya bisa tampung 1000 liter. Sebelum Pertamax 90 dibolehkan harganya naik mengikuti harga pasar sehingga selisihnya dengan harga Pertalite hanya sekitar Rp 1.000/liter, maka jualan BBM di Pertashop bisa laris dan minimal perhari bisa mencapai 700 liter hingga 900 liter. Walau Pertashopnya dikepung Pertamini dan Pertabotol," paparnya.
Baca Juga: PT Elnusa Petrofin Sukses Gelar Go Live Penyaluran Perdana BBM di Fuel Terminal Indragiri Hilir
"Tapi ketika harga Pertamax 90 sudah di angka Rp 12.000/liter bahkan di angka Rp13.000, maka penjualan Pertamax 90 di Pertashop paling banyak 200 liter/hari. Akibatnya banyak Pertashop yang tutup dan gulung tikar," sambubg Sofyano.
Lebih jauh ia mengatakan, bahwa pemikiran dasar dilahirkannya Pertashop adalah agar masyarakat terbiasa menggunakan BBM non subsidi dan RON tinggi.
"Akhirnya bisa saja terjadi Pertashop malah menambah bengkaknya subsidi jika diperbolehkan jualan BBM subsidi " pungkasnya.
Baca Juga: Menyusul Lonjakan Minyak Dunia, Pemerintah Bakal Sesuaikan Harga BBM?!
Sebelumnya, Himpunan Pertashop Indonesia Merah Putih Indonesia (HPMPI) mengeluhkan lesunya bisnis penjualan BBM yang dijalani. Pertashop yang berdiri di tengah-tengah masyarakat hanya diizinkan menjual Pertamax yang harganya lebih mahal karena termasuk golongan BBM nonsubsidi.
Ketua Umum MPMPI, Steven, mengatakan perjuangan anggotanya dalam mempertahankan bisnis ini sangat berat. Mereka bersaing dengan pedagang eceran BBM bersubsidi yang harganya lebih murah. Ironisnya, Pertashop yang merupakan usaha resmi dan berizin, tidak boleh menjual BBM bersubsidi, sedangkan pedagang eceran yang tidak resmi mudah mendapatkannya, dan bisa menetapkan harga sendiri.
"Untuk mengatasi rantai distribusi ini negara harus hadir untuk menyelesaikannya. Dalam hal ini siapa yang paling diuntungkan, ya masarakat kecil," kata Steven usai Musyawarah Nasional (Munas) I HPMPI yang digelar di Jakarta.
Menurut Steven, anggotanya yang tersebar di seluruh Indonesia banyak menerima keluhan masyarakat yang mempertanyakan fungsi Pertashop. Mereka mengatakan, buat apa negara hadir dengan mendirikan Pertashop dekat dengan rumah tapi menjualnya bukan BBM murah.
"Persepsi ini sudah terlanjut menancap di benak masyarakat yang kesannya BBM subsidi tidak tepat sasaran hanya dinikmati oleh masyarakat atas dan hanya bisa di beli di SPBU. Bagi kami pengusaha Pertashop, marketnya dikasih middle low tapi jualanya produk market middle up," kata Steven.
Baca Juga: Menyusul Lonjakan Minyak Dunia, Pemerintah Bakal Sesuaikan Harga BBM?!
"Karena itu, kita mendorong percepatan implementasi kebijakan untuk mengatasi rantai distribusi BBM subsidi. Selain memberikan peluang bagi pengusaha juga menguntung masyarakat kecil," katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Advertisement