Padahal dalam persidangan, sejumlah saksi termasuk (Plt) Direktur Infrastruktur BAKTI, Danny Januar Ismawan mengatakana bahwa proyek tidak berhentai dan tetap berjalan meski ada adendum perpanjangan waktu. Danny bahkan menyebut hingga Desember 2022, sudah ada 2.952 lokasi yang on air dan 2.190 yang sudah BAPHP (Berita Acara Pemeriksaan Hasil Pekerjaan), di luar dari 677 menara yang dikategorikan kahar.
Baca Juga: Proyek Menara BTS Kunci Pemerataan Jaringan di Wilayah Terpencil
Sementara, Plt Direktur Keuangan BAKTI Kominfo Ahmad Juhari di persidangan mengungkapkan, untuk pembangunan tahap I yang semula 4.200 menara BTS 4G, angka final pembelian yang dilakukan BAKTI hanya 4.112 titik dengan nilai total kontrak pembelian Rp10,8 triliun. Nilai tersebut termasuk dengan pajak sebesar Rp1,3 triliun yang dipotong langsung. Kemudian, pada April 2022 ada pengembalian dari konsorsium sebesar Rp1,7 triliun yang masuk ke kas negara. Dengan demikian, pembayaran bersih kepada konsorsium pelaksana proyek berkisar Rp7,7 – 7,8 triliun, lebih kecil dari perhitungan kerugian keuangan negara oleh BPKP.
Aldres Napitupulu, kuasa hukum Anang Achmad Latif mengatakan, berdasarkan keterangan ahli yang dihadirkan di persidangan, baik dari auditor, akuntan maupun ahli hukum keuangan negara, bisa disimpulkan bahwa penghitungan yang dilakukan BPKP tidak benar dan faktanya pekerjaan BTS 4G masih berlanjut sampai sekarang dan dapat dimanfaatkan.
Baca Juga: Pengamat Kritik Soal Keputusan Menteri Jokowi Terkait Aturan Kegiatan Usaha di Kawasan Hutan
“Ahli hukum keuangan negara tadi dengan tegas menyatakan bahwa harus benar penghitungannya. Berapa uang negara yang keluar itu baru bisa menilai kerugiannya berapa. Dalam perkara ini kan sidah ada uang yang dikembalikan. Jadi, nilai yang pasti dari uang negara itu hanya Rp7,7 triliun, tapi BPKP tetap menghitungnya sebesar Rp8 triliun,” tandasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement