Kondisi tersebut tak ayal berakibat terhadap defisit transaksi berjalan sektor migas juga akan tereduksi. “Nyatanya program jargas mandeg. Impor LPG tetap tinggi. Jangan-jangan ini permainan mafia impor,” ucapnya.
Lanjutnya, ia mengakui, PGN secara mandiri membangun jargas yang sasarannya untuk keluarga menengah atas namun jumlahnya sangat terbatas.
Baca Juga: Jumlah Pengguna LPG 12 Kg Merosot, Ada Apa?
Selain itu, harga gas alam untuk rumah tangga ini masih kurang menarik, akibatnya animo penggunaan gas alam oleh masyarakat untuk menggantikan gas LPG juga tidak seberapa tinggi.
Mulyanto mengusulkan agar gas alam untuk rumah tangga miskin sebaiknya disubsidi saja oleh negara, seperti subsidi gas melon 3 kg, untuk meningkatkan permintaan gas alam dan mengurangi impor gas LPG.
“Agar target jargas bisa dicapai dan jumlah anggaran APBN yang dikeluarkan juga optimal, memang skema KPBU (kemitraan pemerintah dan badan usaha) mini masuk akal. Karenanya rencana Kementerian ESDM untuk merevisi Perpres Nomor 6 Tahun 2019, bagus-bagus saja," ungkapnya.
Namun syaratnya harga gas alam per satuan volume untuk pengguna keluarga mesti cukup menarik dibanding harga gas LPG non subsidi, apalagi kalau bisa mendekati harga gas melon 3 kg bersubsidi.
Baca Juga: Kolaborasi Pertamina dan BIN Siap Menjaga Distribusi BBM dan LPG
“Kalau Pemerintah sungguh-sungguh, saya usul agar gas alam untuk penggunaan rumah tangga miskin ini disubsidi saja oleh negara, seperti subsidi gas melon. Gas alam untuk penggunaan industri tertentu saja ‘disubsidi’ oleh Pemerintah, kenapa Pemerintah ragu untuk mensubsidi gas alam untuk penggunaan rumah tangga. Kita bisa alihkan anggaran subsidi gas melon 3 kg menjadi subsidi gas alam untuk keluarga miskin. Ini kan soal kantong kiri dan kantong kanan dana APBN,” pungkasnya
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Aldi Ginastiar
Advertisement