Deputi II Kepala Staf Kepresidenan, Abetnego Tarigan menanggapi pentingnya isu Undang-Undang Deforestasi Uni Eropa (EUDR). Menurutnya, EUDR merupakan tantangan bagi produk-produk yang masih memiliki jejak deforestasi, sekaligus sebagai peluang bagi produk-produk lestari menjadi lebih kompetitif. Penerapan EUDR sendiri berdampak pada ekspor komoditas perkebunan di Indonesia, termasuk kelapa sawit yang merupakan komoditas strategis.
“Adanya isu EUDR ini jangan sampai menjebak kita. Ketidaksiapan kita dalam merespons ini harus diantisipasi, terutama terkait isu legalitas dan sustainability,” ujar Abetnego dalam keterangannya, Jumat (17/11/2023).
Baca Juga: Mahfud Beberkan Pernah Terjadi Kecurangan Bersilang di Pilpres 2014, Kasih Contoh Prabowo dan Jokowi
Dalam mengantisipasi penerapan EUDR, lanjut Abetnego, Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan komoditas kelapa sawit berkelanjutan, antara lain melalui Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN-KSB), perbaikan Sertifikasi ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil), penyelesaian perkebunan sawit di kawasan hutan, dan peningkatan produktivitas petani, termasuk melalui peremajaan sawit rakyat. Meskipun, dalam implementasinya terdapat beberapa hal yang masih perlu disinergikan. “Ada maupun tidak ada EUDR, kita terus memperbaiki implementasi legal domestik kita,” imbuhnya.
Pada kesempatan tersebut, Abetnego turut menilai perlunya mengidentifikasi kesiapan para pihak di Indonesia dalam memenuhi aspek-aspek persyaratan EUDR, tantangan serta dukungan yang dibutuhkan. Identifikasi tersebut, menurutnya juga dapat menjadi bahan perbaikan tata kelola sawit ke arah yang lebih baik.
“Dari sisi kebijakan dan pengembangan sistem kita banyak progres dari 5 hingga 10 tahun terakhir, tetapi kualitas kebijakan ini yang masih dipertanyakan,” kata Abetnego.
Isu lain yang menjadi perhatian, menurut Abetnego yaitu dampak EUDR terhadap para petani sawit. Dimana ketentuan utama EUDR yang berpotensi akan sangat merugikan dan menyulitkan para petani smallholders termasuk penerapan geolocation plot lahan kelapa sawit dan country benchmarking system yang akan membagi negara dalam 3 kategori yakni high risk, standard dan low risk.
Baca Juga: Waduh, Proteksi Investor Kripto Tak Akan Berlaku di Uni Eropa
Dari pihak Pemerintah, lanjut Abetnego, berharap pedoman pelaksanaan regulasi EUDR tersebut dapat mengadopsi praktik baik yang sudah adam selama ini seperti Sistem Verifikasi Legal Kayu (SVLK) untuk produk kayu dan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) untuk komoditas sawit.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ayu Rachmaningtyas Tuti Dewanto
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement