Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Studi Menunjukkan Pengolahan dan Pemurnian Mineral Indonesia Menjadi Memimpin Dunia Jika Risiko Dikelola Baik

Studi Menunjukkan Pengolahan dan Pemurnian Mineral Indonesia Menjadi Memimpin Dunia Jika Risiko Dikelola Baik Kredit Foto: Dss+
Warta Ekonomi, Jakarta -

Indonesia telah mengalami pertumbuhan yang positif dan agresif dalam pembangunan dan pengoperasian fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral dalam beberapa tahun terakhir sebagai bagian dari strategi nasional untuk mendorong industri hilir.

Meskipun situasi ini merupakan peluang transformasional bagi negara dan rantai nilai pada sektor pertambangannya, perlu ditekankan bahwa evaluasi, pembangunan, dan peluncuran banyaknya aset baru dalam kerangka waktu yang padat harus dilakukan melalui perencanaan yang matang serta pengawasan berkelanjutan agar tidak membahayakan sektor industri ini.  

Pada salah satu kajian terbarunya atas sektor industri pengolahan dan pemurnian mineral Indonesia, perusahaan konsultan dss+, yang telah memanfaatkan pengalamannya dalam membantu klien di tingkat lokal dan global untuk menyelesaikan proyek modal dengan kerangka waktu dan anggaran yang lebih baik, menyajikan pandangannya mendalam atas sejumlah persyaratan yang mendasari keberhasilan peluncuran dan pengoperasian fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral di Indonesia.

Secara khusus, kajian ini menyoroti bagaimana dss+ telah mengidentifikasi bahwa dalam konteks ekonomi global yang lebih luas, sebanyak hingga 67 persen dari proyek modal mengalami kegagalan dalam aspek waktu, biaya, kualitas, atau keselamatan. Tantangan merupakan perhatian khusus bagi sektor pengolahan dan pemurnian mineral di Indonesia dan mendorong para pemangku kepentingan untuk mengambil langkah-langkah krusial dalam memastikan hasil investasi modal yang sesuai anggaran atau lebih baik.

Baca Juga: Indonesia Gandeng AS untuk Perkuat Energi dan Mineral Berkelanjutan

Langkah strategis oleh pemerintah Indonesia dalam melarang ekspor mineral diidentifikasi sebagai sebuah pendorong kuat dalam meningkatkan keuntungan jangka panjang bagi negara dari kekayaan mineralnya. Dengan mengurangi ketergantungan terhadap impor logam olahan sekaligus meningkatkan nilai ekspornya, Indonesia bersiap untuk menjadi pemimpin di tingkat global, tak hanya dalam produksi mineral saja, tetapi juga dalam ekspor mineral olahan bernilai tinggi. 

Alfonsius Ariawan, Mining & Metals Lead dss+ Indonesia menegaskan bahwa meskipun angka awal menunjukkan sektor pengolahan dan pemurnian mineral sangat menguntungkan, baik pelaku industri maupun regulator tetap harus menyadari adanya tantangan yang berpotensi menghambat pertumbuhan masa mendatang bila tidak dikelola secara efektif. 

“Sektor yang terus berkembang ini menghadirkan serangkaian tantangan bagi seluruh pemangku kepentingan industri, diantaranya adalah tantangan dalam melaksanakan proyek untuk memenuhi kapasitas yang dibutuhkan secara tepat waktu, hemat anggaran, serta keselamatan yang tidak boleh dianggap remeh. Pemahaman yang jelas atas risiko serta rencana yang dipikirkan secara matang dan penuh kehati-hatian oleh para operator aset menjadi sangatlah penting,” ujar Alfonsius. 

Ia juga menegaskan, “Keberlanjutan merupakan faktor utama lain yang perlu dipertimbangkan dan dijalankan oleh industri lokal. Mitra luar negeri dalam industri ini menitikberatkan perhatiannya kepada sumber/asal dari mineral serta jejak lingkungan dan keberlanjutannya. Hal ini didorong oleh regulator mereka yang mengharuskan adanya pelaporan yang transparan, termasuk pengguna akhir yang juga menuntut hal tersebut. Operator serta investor sektor pertambangan dan pengolahan dan pemurnian mineral perlu senantiasa mengembangkan penawaran mereka.”

Sejak dimulai pada tahun 2014, beberapa kebijakan pembatasan ekspor bijih telah diterapkan dalam beberapa tahap. Ekspor nikel dihentikan seluruhnya sejak Januari 2022, sementara pengiriman bauksit dihentikan pada Juni 2023. Sisa bijih logam, termasuk tembaga, bijih besi, timah, dan seng, 

yang awalnya juga dijadwalkan akan dilarang ekspor mulai Juni 2023 kini telah diperpanjang hingga Mei 2024 karena penundaan pembangunan smelter yang terdampak oleh pandemi. 

Meskipun kebijakan ini dianggap relatif baru, langkah strategis ini telah menunjukkan hasil yang menjanjikan. Untuk nikel, pemerintah Indonesia telah memastikan nilai ekspor produk nikel olahan pada 2021 diperkirakan mencapai 30 miliar dolar AS atau sepuluh kali lebih besar dibandingkan nilai dari keseluruhan ekspor nikel empat tahun sebelumnya.

Angka tersebut mencerminkan peningkatan produksi serta mendorong pelaksanaan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri, dengan 1.600 ribu ton logam yang ditambang pada tahun 2022 (naik dari 345.000 metrik ton pada tahun 2017), Indonesia merupakan pemimpin global dalam produksi nikel, diikuti oleh Filipina dengan produksi 330 ribu ton.

Baca Juga: Kucurkan Rp223 Miliar, Petinggi Amman Mineral Borong Saham AMMN

Dalam upaya mencapai tujuan ambisius menjadi pemimpin dunia, pengembangan kapasitas pemurnian dalam negeri ditandai sebagai elemen penting dalam transisi ini. Antara tahun 2014 dan 2020, jumlah smelter nikel di Indonesia meningkat dari hanya dua menjadi 16. Di luar jumlah awal ini, masih banyak lagi smelter yang sedang dikembangkan atau direncanakan.

Berbagai lembaga pemerintah dalam berbagai kesempatan telah mengindikasikan terdapat hingga 68 proyek yang akan dibangun sebelum tahun 2030. Langkah tersebut diharapkan dapat menciptakan banyak lapangan kerja baru yang meningkatkan perekonomian lokal di bidang pertambangan dan pemurnian, di luar berbagai pusat bisnis utama Indonesia. 

Kajian dari dss+ juga mengidentifikasi sejumlah tantangan utama industri lainnya yang berkaitan dengan peraturan pemerintah. Meskipun pemerintah Indonesia menetapkan tujuan untuk mendorong pengolahan bijih dalam negeri, termasuk pembatasan pada bijih yang belum diolah dan mewajibkan pemain asing untuk bermitra dengan entitas lokal, penerapannya di lapangan juga mengalami beberapa perubahan regulasi, dan perubahan perundangan di masa mendatang dapat menjadi ketidakpastian tertentu.

Sebagai investasi bernilai tinggi, di mana keuntungan hanya dapat diharapkan dalam jangka panjang, peraturan dan kebijakan serta iklim usaha yang positif menjadi dasar pengambilan keputusan bagi investor untuk berperan dalam meningkatkan kapasitas hilir pada sektor ini. Untuk mengantisipasi berbagai tantangan teridentifikasi tersebut, investor perlu menguji serangkaian skenario aturan dalam rencana bisnis mereka, bersamaan dengan kemampuan mereka dalam menjalankan proyek modal sesuai kerangka waktu dan juga anggaran yang sudah ditentukan. Hal ini ditambah dengan variabilitas pasar komoditas yang membuat pelaksanaan proyek modal menjadi penting karena menjadi satu elemen, yang dengan pendekatan dan dukungan yang tepat, dapat dikendalikan. 

Pada kajiannya, dss+ memberikan sejumlah rekomendasi kepada para pelaku bisnis utama Indonesia di sektor pemurnian mineral untuk mempertimbangkan berbagai tantangan tersebut dalam menilai kelayakan dalam memasuki industri pemurnian di tingkat global, atau khususnya pada pasar domestik. Pelaksanaan riset pasar secara menyeluruh, menilai kemampuan finansial, memahami potensi risiko, mengembangkan kemitraan yang kuat, dan mengambil peran utama dalam bidang kelayakan, konstruksi, dan operasional akan membantu investor dalam melakukan mitigasi terhadap sejumlah tantangan tersebut.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: