Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Reku Respons Isu Pencucian Uang yang Sempat Melanda Pasar Kripto, Bagaimana Dampaknya?

Reku Respons Isu Pencucian Uang yang Sempat Melanda Pasar Kripto, Bagaimana Dampaknya? Kredit Foto: Nadia Khadijah Putri
Warta Ekonomi, Jakarta -

Perusahaan platform pertukaran aset kripto berbasis di Indonesia, Reku, beberapa waktu lalu merespons isu pencucian uang yang terjadi di industri kripto global. Sebelumnya, pendiri exchange kripto Binance, Changpeng Zhao (CZ) mengaku bersalah atas tuntutan Departemen Kehakiman Amerika Serikat (DOJ) terkait pelanggaran undang-undang pencucian uang. Atas tuntutan tersebut, CZ mengatakan akan membayar denda US$50 juta (Rp776 miliar) kepada DOJ dan mengundurkan diri sebagai CEO Binance. 

Dilansir dari keterangan resmi Reku pada Minggu (26/11/2023), sebagai exchange, Binance juga akan membayar denda sebesar US$4,3 miliar (Rp66,7 triliun). Nominal ini merupakan denda terbesar yang pernah dikenakan kepada sebuah perusahaan sepanjang sejarah.

Baca Juga: Dampak Kasus Binance Terhadap Pasar Kripto dan Peluang Halving Bitcoin 2024

Ditambah lagi, isu serupa yang terjadi ketika Komisi Sekuritas dan Bursa Amerika Serikat (SEC) melayangkan tuduhan terhadap exchange kripto berbasis di Amerika Serikat (AS) lainnya, yaitu Kraken. Tuduhan tersebut berkaitan dengan klaim SEC bahwa Kraken merupakan perusahaan yang beroperasi sebagai broker, lembaga kliring, dan dealer ilegal yang tidak terdaftar memfasilitasi perdagangan sekuritas.

Atas isu-isu tersebut, Chief Compliance Officer (CCO) Reku sekaligus Ketua Umum Aspakrindo-ABI, Robby mengungkap keprihatinannya. Menurutnya, berita tersebut dapat berpotensi mempengaruhi optimisme investor global terhadap aset kripto. 

“Harapannya, masyarakat bisa mengambil pelajaran dari berita tersebut. Terutama dalam memilih platform, pilihlah exchange yang terdaftar di Bappebti. Terlebih di Indonesia sendiri, pemerintah secara serius mengatur seluruh operasional platform exchange kripto yang terdaftar,” jelas Robby yang dilansir dari keterangannya pada Minggu (26/11/2023). 

Robby melanjutkan, peraturan tersebut tertuang pada Peraturan Bappebti, khususnya dalam Peraturan Bappebti No 13 Tahun 2022 mengenai Perubahan atas Peraturan Bappebti yang juga meregulasi Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU-PPT). Selain itu, Peraturan Bappebti No. 8 Tahun 2021 yang mengatur penerapan aturan perjalanan atau Travel Rule

“Upaya ini dijalankan untuk mencegah tindakan ilegal dari pelaku exchange sekaligus memberikan perlindungan bagi para investor,” tambah Robby.

Baca Juga: Skenario Win-Win: Kesepakatan Binance-DOJ dan Persetujuan ETF Bitcoin

Robby mengamati, peran Indonesia sebagai anggota penuh Satuan Tugas Aksi Keuangan atau Financial Action Task Force (FATF) juga memperkuat upaya pencegahan pencucian uang.

“Keanggotan di FATF meningkatkan kredibilitas law enforcement Indonesia dalam pencegahan hal ilegal termasuk pencucian uang. Seperti di Reku, kami juga menerapkan proses e-KYC (Know Your Customer) yang ketat namun tetap menjaga privasi pelanggan,” terang Robby. 

Robby menambahkan, Reku juga rutin melakukan audit eksternal, hasil dari audit tersebut menyatakan dana yang tersimpan di Reku jauh lebih banyak daripada jumlah transaksi pengguna. 

“Ini menggambarkan bahwa Reku betul-betul menjaga keamanan transaksi pengguna, tidak menyalahgunakannya apalagi untuk pencucian uang. Jadi diharapkan masyarakat juga tidak menggeneralisasi berita yang sedang ramai terjadi ke semua exchanger,” ungkap Robby.

Lantas bagaimana dampaknya terhadap pasar kripto? Analis kripto Reku, Fahmi Almuttaqin mengatakan bahwa terdapat potensi menurunnya optimisme investor akibat nominal denda yang merupakan rekor tertinggi di antara kasus kripto sebelumnya.

“Investor dapat menginterpretasikan berita tersebut sebagai opportunity loss bagi pasar kripto mengingat Binance merupakan salah satu investor institusi terbesar yang cukup banyak berinvestasi di proyek-proyek kripto. Nominal denda sebesar lebih dari US$4 miliar (Rp62,1 triliun) tersebut apabila dialokasikan untuk investasi pada proyek-proyek kripto yang sedang berkembang, tentu akan berdampak sangat positif terhadap pasar," kata Fahmi.

Baca Juga: Kesepakatan Binance-DOJ: Kemenangan Besar atau Tantangan Besar?

Fahmi juga mengamati, pasar kripto sempat mengalami bearish setelah adanya berita tersebut. Melansir Coinmarketcap pada 22 November 2023 lalu, Bitcoin turun 3,62% ke US$36.107 (Rp560 juta). Selain itu, Ethereum juga turun 3,2% dalam 24 jam terakhir. BNB terdepresiasi 13,2%. Begitu pula dengan Dogecoin yang terkoreksi 5,68% dalam 24 jam terakhir.

Fahmi melanjutkan, lemahnya pasar kripto akibat berita tersebut dapat dikatakan berada pada tingkat yang wajar. 

“Apabila momentum tersebut terjadi pada situasi pasar yang tidak sekuat sekarang, kemungkinan pasar kripto dapat terkoreksi lebih dalam lagi. Penurunan harga aset-aset kripto di pasar yang terbilang cukup rendah relatif terhadap skala berita yang terjadi, menandakan kekuatan fundamental pasar kripto yang sangat positif,” pungkas Fahmi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Nadia Khadijah Putri
Editor: Belinda Safitri

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: