Dia bahkan mengaku menemukan server Sirekap berada di luar negeri. Menurutnya, hal itu membahayakan bagi proses perhelatan Pemilu lantaran membuka potensi manipulasi data.
"Hal ini jelas nembahayakan penyelengaraan Pemilu karena membuka pintu masuk manipulasi data hasil Pemilu," ungkapnya.
Baca Juga: Soal Usul Hak Angket, NasDem: Jika Menang Anies, Kan Repot
Ridho menyebut, penyelenggara pemilu melanggar Undang-undang nomor 27 tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP) serta Peraturan Pemerintah nomor 71 Tahun 2019 pasal 20 tentang keharusan beberadaan server di Indonesia untuk data penting yang menyangkut sektor publik dan menggunakan APBN.
Ridho mengaku melihat adanya kecacatan formil yang dilakukan KPU dengan tidak adanya ditempelkannya formulir. Hasil salinan di kantor-kantor kelurahan/desa diamanahkan oleh Pasal 66 ayat 4 PKPU Nomor 25 tahun 2023.
"Padahal langkah tersebut seperti adalah tahapan wajib yang sangat penting sebagai bentuk transparansi proses penghitungan dan pemenuhan hak masyarakat," ujarnya.
Lebih jauh, Ridho mengusulkan KPU menggunakan E-Voting berbasis blockchain agar proses penghitungan lebih cepat dan akurat. Menurutnya, hal itu juga lebih menghemat anggaran Pemilu hingga 93 triliun.
Baca Juga: ASDP Bina Usaha Lokal, Dukung Ekonomi hingga Pariwisata di Labuan Bajo
"Konsep ini pernah kita sampaikan di hadapan KPU pada tahun 2022," tandasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Hidayat
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement