Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pengusaha Minta Permendag 36 tahun 2023 diperkuat dan Diperluas hingga Menjangkau Industri Hilir

Pengusaha Minta Permendag 36 tahun 2023 diperkuat dan Diperluas hingga Menjangkau Industri Hilir Kredit Foto: Kapuk Mas
Warta Ekonomi, Jakarta -

Asosiasi Biaxially Oriented Films Indonesia (ABOFI) gabungan produsen kemasan fleksibel bahan utama kemasan produk makanan, minuman dan produk-produk konsumer lainnya mengapresiasi Permendag 36 tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. 

Upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintah melalui Permendag 36 tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor yang sesuai dengan kebijakan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo untuk melindungi dan memprioritaskan komoditas produksi dalam negeri.

Hal ini dilakukan agar Indonesia menjadi tuan rumah di negeri sendiri, kemudian meningkatkan nilai tambah melalui hilirisasi dan sejumlah rencana ekspansi industri dalam negeri pada tahun mendatang menuju Indonesia emas.

Namun, Ketua ABOFI, Santoso Samudra memandang bahwa Permendag 36 tahun 2023 ini diperkuat dan diperluas hingga menjangkau industri hilir, khususnya industri hilir kemasan fleksibel yang mengalami tekanan luar biasa dari produk impor dengan harga dumping agar dapat bertahan. 

“Oleh karena itu ABOFI memohon dukungan dari Pemerintah Republik Indonesia agar produk plastik kemasan ditingkatkan status LARTAS pada Permendag No 36/2023 dari LARTAS LS (Laporan Surveyor) menjadi LARTAS LS&PI (Laporan Surveyor & Persetujuan Impor), dan juga pemberlakuan BMAD (Bea Masuk Anti Dumping) terhadap produk-produk impor yang masuk dan sudah terbukti menggunakan harga dumping sesuai hasil penyelidikan Komite Anti Dumping Indonesia,” ucap Santoso, dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat (23/2/2024). 

Baca Juga: Pengusaha Minta Pemerintah Tunda Pembatasan Impor Bahan Baku Plastik

Dalam kesempatan ini, Santoso menyebut bahwa ada beberapa fakta yang mendasari permohonan peningkatan ini. Salah satunya, maraknya produk impor yang masuk dengan harga dumping pada tingkat dibawah harga produksi industri di Indonesia yang mana telah dibuktikan dengan penyelidikan anti dumping terhadap impor dari Vietnam, Thailand, Malalysia dan RRT. Dimana saat ini masih menunggu penetapan Pemerintah RI untuk pengenaan Bea Masuk Anti Dumping untuk import dari RRT dan Malaysia.

Kemudian, tingginya volume impor dengan harga dumping dari RRT, Malaysia, Thailand dan Vietnam sejak tahun 2018 s/d 2022 naik sebesar 37.99% dari volume 45,042 ton menjadi 62,152 ton dengan harga dumping sampai dengan 30%, dimana negara-negara lain di ASEAN sudah menerapkan BMAD untuk produk yang berasal dari negara tersebut, hal ini menyebabkan Indonesia sebagai pasar terbuka utama masuknya barang impor.

Selain itu, tidak optimalnya investasi dalam negeri melalui penambahan kapasitas pada tahun 2020-2022 karena tekanan yang dihadapi dan membuat rencana investasi baru 2024-2026 tertahan.

Baca Juga: Tak Hanya Kawasan Pabrik, Kabupaten Bekasi Akan Disulap Jadi Wisata Industri

Selanjutnya, utilitas kapasitas industri anggota ABOFI tidak bisa meningkat mengikuti investasi penambahan kapasitas dan menghadapi tekanan oleh produk impor dengan harga dumping akan cenderung menurun pada tahun-tahun mendatang tanpa adanya dukungan pemerintah melalui LARTAS LS PI dan BMAD.

Menurutnya, industri bertahan berproduksi dan beroperasi dengan mengalami kerugian dan merupakan isu yang dialami di tahun 2023, dan akan berlanjut jika tidak ada perbaikan ekonomi baik di dalam maupun di luar negeri serta perlindungan terhadap industri dalam negeri.

“Pilihan berhenti beroperasi akan menimbulkan inefisiensi biaya energi dan bahan baku yang sangat tinggi saat beroperasi kembali,” ujarnya. 

Lebih lanjut, ditetapkannya LARTAS LS dan PI untuk bahan baku plastik pada Permendag 36/2023 yang digunakan oleh industri akan makin melemahkan daya saing produk Indonesia di pasar dalam negeri maupun ekspor. 

“Sehingga berdampak pada penurunan output industri secara khusus dan memberikan dampak negatif pada makro ekonomi secara umum,” tutupnya. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: