Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pemerintah Didesak Buka Data Distribusi Beras ke Publik Secara Transparan

Pemerintah Didesak Buka Data Distribusi Beras ke Publik Secara Transparan Pedagang memperlihatkan beras jualannya di pasar tradisional di Kota Kupang, NTT, Kamis (19/1/2023). Harga beras di sejumlah pasar tradisional di Kota Kupang naik dalam beberapa pekan terakhir dari semula Rp12 ribu per kilogram kini naik menjadi Rp14 ribu per kilogram akibat berkurangnya pasokan beras dari gudang distributor. | Kredit Foto: Antara/Kornelis Kaha
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah diminta untuk membuka kepada publik data distribusi beras yang selama ini dilakukan pemerintah.

Baik distribusi beras impor maupun beras dari serapan petani lokal. Termasuk ke mana distribusi beras hasil impor pemerintah yang dinilai cukup besar, yakni 3,5 juta ton pada tahun 2023 lalu.

Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, Amin Ak memahami adanya pergeseran musim tanam hingga bencana El Nino menyebabkan kelangkaan beras dan tingginya harga beras. Hal ini yang menjadi alasan pemerintah kemudian melakukan impor beras dalam jumlah yang besar. Bahkan impor terbesar sejauh ini. Namun, ternyata solusi impor tersebut tak lantas membuat harga beras menurun.

Dari hal tersebut, Amin lantas mempertanyakan bagaimana manajemen distribusi beras yang dilakukan pemerintah selama ini.

“Berapa yang diimpor, berapa yang untuk memenuhi kebutuhan rutin, berapa yang digunakan untuk Bansos dan sebagainya. Sehingga jadi pertanyaan, ini pemerintah punya kendali nggak sih terhadap produk-produk yang terkait dengan kebutuhan pokok?” ujar Amin dalam Rapat Kerja dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (13/03/2024), dikutip dari laman fraksi.pks.id.

“Berapa yang diimpor, berapa yang untuk memenuhi kebutuhan rutin, berapa yang digunakan untuk Bansos dan sebagainya.”

Amin selanjutnya menegaskan pentingnya pemerintah memiliki kendali dalam mengelola beras. Salah satunya dengan menyerap semaksimal mungkin gabah produksi petani. Sehingga, bukan swasta yang menguasai tata niaga beras dalam negeri.

Baca Juga: Anies Senang Pemerintah Rancang Cuti Bagi ASN Pria yang Istrinya Melahirkan

“Mestinya ini Bulog atau siapa saja saya melihat pemerintah itu harus mampu menyerap produksi gabah petani sebanyak mungkin. Jangan seperempatnya yang diserap oleh swasta, sehingga kita menguasai tata kelolanya, tata niaganya, produksinya, jalur distribusinya, kita bisa mengendalikan itu,” jelasnya.

Melihat panel harga pangan nasional, untuk beras premium per Jumat (15/3/24) seharga Rp16.430/Kg, dan beras medium seharga Rp14.290/Kg. Harga tersebut melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Untuk diketahui, Pemerintah telah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) berdasarkan sistem zonasi. Zona 1 meliputi Jawa, Lampung, Sumatra Selatan, Bali, NTB, dan Sulawesi. Zona 2 untuk Sumatra selain Lampung dan Sumatra Selatan, NTT, Kalimantan. Zona 3 untuk Maluku dan Papua.

“Untuk HET beras medium, zona 1 Rp10.900, untuk zona 2 Rp11.500, untuk zona 3 Rp11.800. Kemudian untuk beras premium, zona 1 Rp12.900, zona 2 Rp14.400, dan zona 3 Rp14.800. Ini Pak Presiden meminta untuk segera diumumkan sedangkan perundangannya dalam proses sehingga ini dapat diberlakukan segera,” ujar Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, menyampaikan hal tersebut usai mengikuti rapat yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu, 15 Maret 2023.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Bayu Muhardianto
Editor: Bayu Muhardianto

Advertisement

Bagikan Artikel: