Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Transparansi Bansos di Sidang MK, Apakah Ada Cawe-cawe Pemerintah di Pilpres 2024?

Transparansi Bansos di Sidang MK, Apakah Ada Cawe-cawe Pemerintah di Pilpres 2024? Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kehadiran empat menteri pada sidang lanjutan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi disebut memberikan transparansi dan akuntabilitas mengenai penyaluran bantuan sosial (bansos).

Hal ini disampaikan Dosen Hukum Tata Negara Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Agus Riewanto yang mana menurutnya kehadiran “anak buah” Presiden Jokowi itu memberikan transparansi mengenai dugaan cawe-cawe pemerintah dalam memenangkan salah satu calon.

Untuk diketahui, Empat menteri yang menghadiri sidang MK itu adalah Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Sosial Tri Rismaharini.

"Hadirnya empat menteri itu menarik ya dalam upaya memberikan transparansi dan akuntabilitas mengenai benar atau tidak (dugaan) keterlibatan cawe-cawe presiden dan pemerintah dalam penggunaan bansos untuk menggiring pemilih memilih pasangan Prabowo-Gibran," ujar Agus dilansir dari ANTARA, Senin (8/4/24).

Menurut Agus, hadirnya keempat menteri itu menyampaikan paparannya secara normatif terkait tugas, peran, fungsi, dan tanggung jawab kelembagaan masing-masing, terutama terkait dengan bantuan kepada masyarakat yang disalurkan pada masa Pemilu 2024.

"Juga terkait bagaimana pola penganggarannya," tambahnya

Pengaruh Bansos di Pilpres 2024

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari menyebut kemenangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka bin Jokowi di Pilpres 2024 tak ada kaitannya dengan politik uang atau bantuan sosial (Bansos) yang dikeluarkan pemerintah.

Qodari yang juga dihadirkan pihak Prabowo sebagai ahli di sidang lanjutan MK terkait hasil pemilu mengungkapkan ada faktor lain yang memuat Prabowo menang.

Menurutnya, Prabowo punya kualifikasi tegas yang mana itu lebih banyak dipilih dibandingkan dengan Ganjar yang dianggap merakyat atau Anies yang dinilai pintar.

Hal itu menurut dia karena proporsi pemilih yang menginginkan pemimpin tegas lebih besar dari pada aspek lainnya.

“Kenapa calon A menang dibandingkan dengan calon B? Karena yang mau kualifikasi A mungkin proporsinya lebih besar daripada kualifikasi B, saya ingat tahun 2014 yang menang Pak Jokowi, karena yang mau presiden merakyat lebih tinggi dari pada yang mau presiden tegas,” kata Qodari dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (6/4), dikutip dari laman ANTARA.

"Jadi alasan masyarakat memilih capres karena punya kualitas tertentu. Hal serupa juga berlaku pada politik uang atau serangan fajar, sehingga tidak ada jaminan antara pemberian money politic dengan memilih kandidat apalagi itu pemberian bantuan sosial atau perlindungan sosial," jelasnya.

Menurut dia, tahun 2019 pola itu tetap sama, ditambah satu variabel lagi yaitu kerja nyata dan itu mengarah kepada Jokowi.

Baca Juga: Anies: Bangsa dan Negara Kita Berada dalam Titik Krusial

"Tahun ini kalau survei Indo Barometer paling tinggi adalah orangnya tegas,” ujarnya.

Di lain sisi, ahli yang didatangkan kubu Anies-Muhaimin di sidang MK, yakni Ekonom dari Universitas Indonesia, Vid Adirson mengungkapkan pemberian bansos ke masyarakat akan berpengaruh kepada perolehan suara calon yang didukung oleh kekuasaan atau petahana.

Hal ini Vid sampaikan saat menjadi Ahli yang dihadirkan pihak tim hukum Anies-Muhaimin (AMIN) sebagai ahli dalam sidang lanjutan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Senin (01/04/2024). 

Vid juga mengungkapkan temuan angka yang diperolehnya belum termasuk bansos tambahan (bukan rutin).

“Kebijakan pemerintah yang ditargetkan untuk masyarakat miskin seperti bansos akan meningkatkan suara petahana atau kandidat yang didukung petahana. Sebagai ilustrasi, di tingkat provinsi yang kemiskinan sekitar 10 persen maka akan ada tingkatkan margin sebesar 6,2-9 persen antara pemenang dengan total seluruh kandidat jadi bukan yang pertama dan kedua tapi pertama dengan total kandidat, perlu diingat margin tersebut belum memperhitungkan dampak bansos ad hoc, jadi murni masih bansos rutin, beberapa bansos ad hoc itu blt el nino, bantuan pangan beras, dll,” jelasnya.

Secara spesifik hal ini menurut Vid terjadi di daerah yang memang angka kemiskinannya tinggi.

“Saya menggunakan data hasil pilpres dari 2004-2024 dan melihat apa yang menentukan perolehan suara, kesimpulan besarnya adalah petahana atau kandidat yang didukung petahana akan mendapatkan presentase suara yang lebih tinggi, dan presentase suara pemenang lebih tinggi di daerah yang kemiskinan lebih tinggi,” tambahnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Bayu Muhardianto
Editor: Bayu Muhardianto

Advertisement

Bagikan Artikel: