Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Soal UU KIA FHPK, APINDO Jabar Angkat Bicara

Soal UU KIA FHPK, APINDO Jabar Angkat Bicara Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Bandung -

Rancangan Undang-undang Kesejahteraan Ibu dan Anak Pada Fase 1.000 Hari Pertama Kehidupan (RUU KIA FHPK) telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Selasa, 4 Juni 2024. 

Undang-undang tersebut mengatur ketentuan cuti bagi ibu hamil dan suami yang mendampingi istri selama masa persalinan sebagai berikut:

Setiap Ibu berhak mendapat cuti selama 3 bulan pertama dan ditambah 3 bulan berikutnya jika terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.

Selain itu, kewajiban suami untuk mendampingi istri selama masa persalinan dengan pemberian hak cuti selama 2 hari dan dapat diberikan tambahan 3 hari berikutnya atau sesuai kesepakatan pemberi kerja.

Menanggapi hal tersebut, APINDO Jabar mendukung upaya pemerintah dalam menjamin kesejahteraan ibu dan anak, terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan.

"Hal ini sejalan dengan program APINDO Nasional dalam berpatisipasi menurunkan prevalensi stunting," kata Ketua APINDO Jabar, Ning Wahyu Astutik dalam keterangan resminya, Jumat (7/6/2024).

Ning mengatakan pengusaha memerlukan kejelasan mengenai indikator kondisi khusus yang tertera pada Undang-Undang tersebut agar tidak multitafsir dalam penerapannya. 

Baca Juga: APINDO Jabar: TAPERA Tambah Beban Pekerja dan Pengusaha

"Termasuk di dalamnya pengaturan tentang dokter spesialis yang menjadi rujukan bagi Ibu hamil atau melahirkan," tegasnya.

Ning menilai UU KIA FHKP berpotensi menambah beban baru bagi dunia usaha, khususnya yang masih dalam skala kecil, di mana perusahaan diwajibkan untuk membayarkan gaji pekerja yang cuti hamil secara penuh di empat bulan pertama kemudian 75% gaji untuk bulan kelima dan keenam. 

Selain itu, perusahaan mungkin perlu merekrut dan melatih pekerja baru untuk menggantikan pekerja yang sedang cuti, yang dapat menimbulkan biaya tambahan.

UU KIA FHKP juga dapat berdampak pada produktivitas tenaga kerja, baik nasional maupun di Jabar.

Indonesia saat ini masih menghadapi masalah rendahnya tingkat produktivitas di mana berdasarkan Human Capital Index tahun 2022, Indonesia berada di peringkat 96 dari 174 negara. 

Baca Juga: APINDO Setujui RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak

"Sedangkan secara nasional, berdasarkan data BPS tingkat produktivitas Jabar pada 2022 sangat rendah, yakni peringkat ke-22 dari seluruh provinsi di Indonesia," ungkapnya.

Selain itu, lanjut Ning, Tingkat Partispasi Angkatan Kerja (TPAK) Jabar juga masih rendah, di mana pada 2023 TPAK Perempuan 47,98% yang jauh lebih kecil dari pada laki-laki yang mencapai angka 84,63%. 

"Disahkannya Undang-Undang ini dikhawatirkan memperkecil kesempatan bagi perempuan untuk bekerja dikarenakan dapat menurunkan tingkat produktivitas pada perusahaan," ungkapnya.

Ning menyebutkan dibutuhkan dialog sosial yang efektif antara pekerja dan pengusaha sehingga tetap tercipta perlindungan pekerja perempuan dan juga keberlangsungan dunia usaha. 

"Selain itu, kebijakan mengenai cuti hamil / melahirkan yang sudah disepakati di dalam Peraturan Perusahaan (PP) / Peraturan Kerja Bersama (PKB) di perusahaan masing-masing agar tetap menjadi acuan bersama sepanjang belum diubah," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: