Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyampaikan beberapa tantangan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif. Salah satu yang menjadi sorotan adalah kompetensi guru dalam melayani peserta didik berkebutuhan khusus.
"Kami menyadari diperlukan dukungan, proses, bagaimana pendidik itu siap dalam menangani peserta didik berkebutuhan khusus, terutama yang ada di satuan-satuan pendidikan reguler," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus Kemendikbudristek, Aswin Wihdiyanto, dalam Webinar Pendidikan Inklusif, Jumat (28/6/2024).
Baca Juga: Uang Kuliah Mahal dan Politik Pendidikan yang Melanggar Konstitusi
Aswin menjelaskan bahwa pihaknya, termasuk pemerintah pusat dan daerah, sudah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kompetensi guru dalam hal tersebut. Yang terbaru, Kemendikbudristek mengeluarkan pelatihan Pendidikan Berjenjang Pendidikan Inklusif yang diluncurkan dalam bentuk modul tingkat dasar.
Tujuan dari pelatihan tersebut yakni membekali pendidik dengan materi yang harapannya bisa dipraktikkan untuk mengakomodasi pembelajaran bagi seluruh peserta didik, salah satunya mereka yang berkebutuhan khusus.
Aswin menyebut jika modul pelatihan tersebut sejatinya telah tersedia di Platform Merdeka Mengajar (PMM). Modul itu juga bisa diakses oleh para guru di semua tingkatan satuan pendidikan kapan pun dan di mana pun.
"Pendidikan Berjenjang Pendidikan Inklusif ini berupaya untuk memberikan penguatan kepada guru terkait dengan pentingnya memahami keragaman peserta didik," tutur Aswin.
Melansir data Kemendikbudristek, sekitar 154.000 guru sudah mengakses modul tingkat dasar Pendidikan Berjenjang Pendidikan Inklusif. Kemudian, sebanyak 29.653 guru juga sudah mengunggah Aksi Nyata. Yang dimaksud Aksi Nyata ialah praktik yang menunjukkan pemahaman guru terkait topik pelatihan yang dipelajari.
"Ini menunjukkan indikasi yang positif tentang kepedulian pendidik-pendidik kita tentang bagaimana mengajar dalam keberagaman," tambah Aswin.
Sebagai informasi, Komisioner Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Aris Adi Leksono sebelumnya mengatakan bahwa pemerintah masih perlu meningkatkan pemenuhan hak pendidikan bagi anak disabilitas. Hal tersebut mengingat masih adanya kasus pelanggaran hak disabilitas di institusi pendidikan. Misalnya, kasus baru-baru ini yang dialami oleh peserta Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) tuna rungu yang diminta untuk melepas alat bantu dengar kala mengikuti tes lantaran dianggap joki.
Pemenuhan hak pendidikan, kata Aris, perlu turut didukung dengan kesiapan sarana dan prasarana, lingkungan yang inklusif, serta guru dan tenaga kependidikan yang memiliki kecakapan dalam mendampingi secara inklusif. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 13 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas.
Baca Juga: Peduli Pendidikan, Pertamina Hadirkan Knowledge Hub di Unpad
"Mereka (penyandang disabilitas) punya hak yang sama seperti anak Indonesia lainnya," papar Aris dalam keterangannya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement