Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kabul Wijayanto Ungkap Pekerjaan Rumah Serius dalam Penuhi Produksi CPO

Kabul Wijayanto Ungkap Pekerjaan Rumah Serius dalam Penuhi Produksi CPO Kredit Foto: DBS Vickers
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Perencanaan dan Pengelolaan Dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sekaligus Plt. Direktur Kemitraan BPDPKS, Kabul Wijayanto, mengungkapkan beberapa pekerjaan rumah (PR) yang menjadi tantangan dalam produksi minyak kelapa sawit (CPO) di Indonesia serta untuk memenuhi kebutuhan domestik dan ekspor di sektor sawit.

Dalam acara Series Seminar Sawit 2024 yang bertajuk Menakar Keseimbangan Produksi CPO untuk Kebutuhan Domestik & Ekspor: Urgensi dan Tantangannya, Kabul merinci PR pertama yang harus diselesaikan oleh berbagai pihak adalah produktivitas lahan yang rendah.

Baca Juga: Triputra Agro Persada Targetkan Produksi 995.000 Ton CPO di 2024

Hal ini tentu menjadi urgensi banyak pihak khususnya pemerintah dan stakeholder di bidang sawit lainnya lantaran rata-rata produksi CPO adalah 3,6 ton hektare per tahunnya. Di sisi lain, sekitar 3 juta hektare lahan sawit berada dalam kawasan hutan.

“Saya ambil ini dari data statistik Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Dirjenbun Kementan) menunjukkan bahwa produktivitas CPO/minyak sawit secara nasional mengalami penurunan. Pada tahun 2019 produktivitas CPO 3,26 ton hektare per tahun. Namun pada tahun 2023 jumlah tersebut menurun menjadi 2,87 ton hektare per tahun,” ucap Kabul dalam seminar kolaborasi antara Warta Ekonomi dan APKASINDO tersebut, Rabu (19/6/2024). 

Padahal, sambungnya, dengan bibit yang baik serta menerapkan good agricultural practice (GAP), seharusnya bisa menghasilkan 6 -8 juta ton hektare per tahun.

PR kedua adalah industri sawit masih belum “satu data”. Dengan kata lain, masing-masing stakeholder baik kementerian dan asosiasi memiliki dan memegang data masing-masing baik dari luasan lahan, jumlah produksi, sampai dengan jumlah petani kelapa sawit yang ada di Indonesia.

“Kita tidak punya data yang pasti karena semua pegang data masing-masing. Kementan data ada, GAPKI ada data, tapi apa sama semua? Itu artinya kita masih punya masalah. Untuk menjadi satu data terkait sawit saja susah. Bagaimana merumuskan regulasi lainnya?,” kata dia.

Tak hanya itu, dirinya juga sempat menyinggung perihal kesejahteraan para petani sawit yang selaras dengan produktivitas lahan yang mereka olah.

“Bagaimana regulasi yang dibuat, selain agar dilaksanakan oleh para petani, PR berikutnya adalah bagaimana regulasi ini sejalan semuanya. Harmonisasi regulasi harus jelas. Barangkali ada kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) misalnya ada di BPDPKS, Kementerian ATR/BPN (Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional) ada di BPDPKS, apa iya masalahnya masih muncul terkait dengan lahan? Itu yang seharusnya menjadi pertanyaan,” tegasnya.

Maka dari itu, BPDPKS memberikan rekomendasi kepada kementerian/lembaga dan stakeholder terkait agar memiliki sinergi serius dalam produksi CPO untuk kebutuhan domestik dan ekspor dengan membentuk komite pengarah. Tujuannya agar bisa memberikan arah kebijakan kepada BPDPKS. 

Baca Juga: Potensi dan Ancaman Kelapa Sawit Indonesia, Cerah ataukah Suram?

Di sisi lain, BPDPKS juga mendorong agar pemerintah serius menempatkan beberapa kementerian terkait seperti KLHK, serta Kementerian ATR/BPN untuk memberikan arah kebijakan kepada BPDPKS dan pemegang kepentingan di bidang sawit lainnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: