Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kebijakan Satu Peta Bakal Berdampak Serius pada Industri Sawit

Kebijakan Satu Peta Bakal Berdampak Serius pada Industri Sawit Kredit Foto: Antara/Budi Candra Setya
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), Tungkot Sipayung menanggapi kebijakan satu peta atau one map policy (OMP) akan sangat mempengaruhi kepastian hukum dan usaha di Indonesia, termasuk salah satunya industri sawit. 

Selain itu, industri sawit juga dibayang-bayangi dengan masalah tumpang tindih regulasi yang masih belum matang. Salah satunya masalah ketidakpastian hukum berupa klaim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) atas sekitar 3 jutaan hektar kebun sawit dalam kawasan hutan.

Baca Juga: Luhut Sebut Banyak Perusahaan Sawit Tak Punya NPWP, Gapki: Anggota Kami Aman

Hal tersebut tentu membantah klaim Airlangga Hartanto yang menyebut bahwa OMP mengurangi hampir 20 juta hektare lahan tumpang tindih di seluruh Indonesia.

“Belum lagi tumpang tindih antar sektor sesama kebun sawit, dengan pertambangan, dengan tanah adat. Jika OMP dilaksanakan secara konsisten dan berkeadilan, seharunya (OMP) mampu menyelesaikan masalah tumpang tindih tersebut sehingga ada kepastian berusaha dan investasi pada industri sawit,” ucap Tungkot kepada Warta Ekonomi, Jumat (12/7/2024).

Tungkot menyarankan, OMP untuk ruang atau tata guna lahan lebih diperluas dan diimplementasikan dengan omnibus policy industri sawit baik hulu maupun hilir. Pasalnya, dia menilai sampai saat ini kebijakan pada industri sawit masih tersekat-sekat antara hulu-hilir dan antar kementerian.

“Sehingga berbagai masalah muncul seperti biaya tinggi, perijinan berbelit dan mahal, inkonsistensi kebijakan hulu-hilir serta ketidakpastian dalam berusaha. Era sekarang menuntut traceability dan respons cepat dari hulu-hilir,” kata dia.

Baca Juga: RSPO Miliki Anggota Baru, Tambahan untuk Ekosistem Sawit Berkelanjutan

Untuk membuat industri sawit lebih berdaya saing dan berkontribusi besar bagi masyarakat, sambungnya, pemerintah perlu membuat pendekatan kebijakan secara integratif antara hulu dan hilir dalam satu mata rantai pasok (supply chain integrative). 

Tak lupa, dirinya berharap Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) saat ini bisa ditransformasi menjadi suatu Badan Nasional di bawah langsung Presiden, bukan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Dia menganggap hal tersebut akan mempermudah Omnibus Policy sawit yang terintegrasi secara hulu-hilir di level nasional.

“Misalnya Badan Sawit Nasional atau Badan Komoditas Perkebunan Strategis yang mencakup sawit, kelapa, kakao, teh, dan gula secara integratif hulu dan hilir. Badan nasional tersebut nantinya tidak hanya terbatas pada kegiatan ‘pungut-kelola-salurkan’ dana perkebunan seperti BPDPKS selama ini, tapi juga mengelola kebijakan integrasi hulu-hilir,” pungkasnya.

Baca Juga: Dampak Kampanye Anti Sawit Ternyata Rugikan Uni Eropa

Untuk diketahui, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartanto, menyebut bahwa Kebijakan Satu Peta atau One Map Policy (OMP) diklaim telah berhasil mengurangi hampir 20 juta hektare lahan tumpang tindih di seluruh Indonesia. 

"Dengan demikian, telah terjadi penurunan tumpang tindih sebesar 10,5% dalam kurun waktu tiga tahun terakhir," ujar Airlangga dalam konferensi pers One Map Policy Summit 2024 di Hotel St. Regis, Kamis (11/7/2024). 

Baca Juga: SPKS Sebut Penyelesaian Lahan Sawit Rakyat Harus Dilihat dari Tipologi Tanahnya

Menurut dia, OMP adalah kebijakan penting lantaran mampu menyelesaikan ketidaksesuaian pemanfaatan ruang. Kebijakan ini mencakup beberapa kegiatan utama, yaitu kompilasi dan integrasi yang dikoordinasikan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG), serta sinkronisasi yang dilakukan oleh Kementerian Perekonomian.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: