Penurunan angka kelahiran belakangan ini menjadi isu yang kerap mendapat sorotan. Tidak hanya di dunia, krisis populasi juga dialami oleh sejumlah negara di Asia. Bahkan, krisis populasi menjadi ancaman yang lebih besar bagi negara-negara di Asia ketimbang Eropa.
Krisis populasi diperparah oleh tren tidak mau menikah dan maraknya pandangan "childfree" dari generasi muda yang enggan memiliki keturunan karena alasan ekonomi dan faktor-faktor lainnya. Akibatnya, angka kelahiran semakin menurun.
Sayangnya, pilihan ini dapat menyebabkan perekonomian suatu negara terpuruk. Negara-negara di Asia yang mengalami krisis populasi dan penurunan angka kelahiran terbesar di antaranya adalah Jepang, China, Singapura, Korea Selatan, Hong Kong, dan Thailand.
Jepang: Tingkat Kelahiran Terendah
Jepang adalah salah satu negara di Asia yang kerap bergelut dengan krisis angka kelahiran. Saat ini, tingkat kelahiran di Jepang sudah sangat kritis. Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Jepang mengungkapkan bahwa jumlah bayi yang lahir di Jepang mengalami penurunan selama 8 tahun terakhir.
Pada tahun 2023, tercatat hanya 758.631 bayi yang lahir, turun sebesar 5,1% dari tahun sebelumnya. Angka pernikahan pada tahun 2024 juga turun menjadi 489.281, turun 5,9% dari tahun 2023.
Kepala Sekretaris Kabinet, Yoshihisa Hayashi, menyebutkan bahwa pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk mengantisipasi krisis populasi di Jepang. Hingga tahun 2030, jumlah generasi muda Jepang diproyeksi menurun dengan cepat, sehingga pemerintah hanya punya waktu sekitar 6 tahun untuk mengakhiri tren enggan menikah dan tidak punya anak di kalangan usia produktif di Jepang.
Jepang juga mengalami stagnasi ekonomi yang disebut "Lost Decade" sejak awal tahun 1990. Pertumbuhan ekonomi Jepang yang awalnya 4,8% pada tahun 1990 terus menurun drastis hingga mencapai minus 5,7% pada tahun 2009. Akibatnya, Jepang kehilangan posisinya sebagai negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia dan digantikan oleh China pada tahun 2010.
Baca Juga: Tak Pernah Ada Aduan Terkait Anak Autis Karena Minum Air Galon PC ke Komnas PA
China: Krisis di Tengah Populasi Terpadat
Meski menjadi salah satu negara dengan penduduk terpadat, China juga dihadapkan dengan krisis populasi. Angka kelahiran di China pada tahun 2024 hanya sekitar 1,7, disebabkan oleh banyaknya warga yang menunda pernikahan dan memilih untuk tidak memiliki anak karena mahalnya pendidikan dan kompetitifnya lingkungan akademik.
Singapura: Krisis di Negara Maju
Singapura, meski merupakan negara maju, juga dilanda penurunan populasi. Angka kelahiran di Singapura pada tahun 2023 hanya sekitar 0,97, menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Faktor-faktor yang memicu krisis populasi di Singapura termasuk biaya finansial, rendahnya angka kelahiran, kesulitan mengelola komitmen pekerjaan dan keluarga, serta maraknya pasangan yang menunda untuk menikah dan memiliki anak.
Korea Selatan: Angka Kelahiran Terendah Sepanjang Sejarah
Korea Selatan juga dihantam krisis populasi dengan angka kelahiran hanya 0,72 pada tahun 2023, terburuk sepanjang sejarah. Tingginya biaya pendidikan dan perumahan menjadi penyebab utama anjloknya angka kelahiran di negara tersebut.
Baca Juga: Membaca Nyaring, Investasi Berharga untuk Masa Depan Literasi Anak-Anak
Hong Kong dan Thailand: Tantangan Baru
Hong Kong dan Thailand juga menghadapi krisis populasi. Angka kelahiran total di Hong Kong pada 2023 hanya 0,8, sementara Thailand baru-baru ini dilaporkan mengalami krisis penurunan populasi dengan banyaknya responden yang kurang berminat untuk memiliki anak.
Indonesia: Tantangan di Masa Depan
Indonesia juga diprediksi mengalami penurunan populasi pada tahun 2045, diprediksi disalip oleh Nigeria dan Pakistan dalam jumlah penduduk. Penyebab utamanya bukan karena resesi seks seperti di China, Jepang, dan Korea Selatan, tetapi hasil program Keluarga Berencana (KB) yang digalakkan pemerintah. Populasi berumur di atas 65 tahun di Indonesia diperkirakan akan meningkat lebih cepat dibandingkan dengan Jepang.
Dengan jumlah kelahiran yang sangat rendah, negara dapat mengalami krisis demografi seperti yang dialami Jepang. Jika jumlah penduduk tua semakin besar, kebutuhan terhadap biaya kesehatan dan jaminan sosial juga akan meningkat. Oleh karena itu, penting bagi setiap negara untuk mengelola populasi dengan baik dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang ada.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement