Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mobil Baru Kurang Laku, Benarkah Masyarakat Indonesia Makin Miskin?

Mobil Baru Kurang Laku, Benarkah Masyarakat Indonesia Makin Miskin? Kredit Foto: TJM
Warta Ekonomi, Jakarta -

Di tengah ambisi pemerintah untuk memacu pengembangan kendaraan listrik seiring tren global dalam penggunaan energi ramah lingkungan, penjualan mobil di awal tahun 2024 justru tidak menggembirakan. Data menunjukkan penurunan signifikan yang dikhawatirkan bisa mempengaruhi perekonomian secara keseluruhan.

Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan wholesales atau penjualan dari pabrik ke dealer sepanjang Januari hingga Juni 2024 hanya mencapai 48.012 unit.

Angka ini turun 19,4% year-on-year dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu 506.427 unit. Penjualan mobil secara retail atau dari dealer ke konsumen juga mengalami penurunan sebesar 14%, dari 502.533 unit pada semester pertama 2023 menjadi 431.987 unit pada semester pertama 2024.

Toyota tetap memimpin pasar dengan penjualan 2.287 unit pada Januari 2024, diikuti oleh Daihatsu Sigra dengan 5.204 unit, Toyota Avanza dengan 4.500 unit, Honda Brio dengan lebih dari 4.000 unit, dan Daihatsu Grand Max serta Mitsubishi dan Suzuki Carry Pick Up yang masing-masing di atas 2.000 unit.

Penurunan penjualan ini juga berdampak pada industri komponen otomotif. Menurut Gaikindo, total produksi mobil pada semester pertama 2024 mencapai 561.772 unit, menurun 20% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 721.144 unit. Industri sepeda motor juga mengalami penurunan produksi sebesar 4% secara tahunan, mencapai 1,22 juta unit pada dua bulan pertama tahun ini.

Baca Juga: Jusuf Hamka Soal Akar Kemacetan Jakarta: Mobilnya Bertambah, Jalannya Enggak

Menurunnya penjualan kendaraan mempengaruhi kinerja industri komponen otomotif. Beberapa perusahaan komponen mencoba menambah pendapatan melalui pasar purna jual (aftermarket), menjual barang seperti rem dan baterai untuk menggantikan komponen yang sudah usang.

Sementara itu, penjualan mobil bekas justru meningkat di tengah lesunya penjualan mobil baru. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa pertumbuhan pembiayaan mobil bekas jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mobil baru.

Per April 2024, total nilai pembiayaan mobil baru mencapai Rp150,69 triliun, sementara mobil bekas mencapai Rp83,72 triliun. Pertumbuhan pembiayaan mobil bekas mencapai 25,82% year-on-year, dibandingkan dengan mobil baru yang hanya 10% year-on-year.

Perkembangan industri otomotif menjadi indikator penting perekonomian suatu negara. Penurunan penjualan wholesales kendaraan bermotor mencerminkan perlambatan konsumsi dan daya beli masyarakat. Harga pangan yang masih tinggi membuat masyarakat lebih mengutamakan kebutuhan pokok dan mengurangi pembelian barang tahan lama seperti mobil.

Baca Juga: Ini Alasan Mobil Mazda Bakal Lebih Murah di Indonesia

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan konsumsi rumah tangga dalam tiga tahun terakhir hanya mencapai 4,54%, jauh di bawah tingkat sebelum pandemi yang mencapai 5,1%. Perlambatan konsumsi ini menimbulkan kekhawatiran, mengingat konsumsi adalah tulang punggung ekonomi Indonesia.

Perlambatan penjualan otomotif sepanjang Januari hingga Juli 2024 menjadi lampu kuning bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo. Daya beli yang melemah bisa menurunkan kesejahteraan rakyat dan memperlambat pertumbuhan ekonomi di masa-masa terakhir pemerintahan Jokowi.

Oleh karena itu, tekanan terhadap daya beli tidak bisa dianggap enteng dan perlu diatasi untuk menjaga kestabilan ekonomi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: