Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bappenas Dianggap Bebal dengan Isu Kelas Menengah Jatuh Melarat

Bappenas Dianggap Bebal dengan Isu Kelas Menengah Jatuh Melarat Kredit Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Suharso Monoarfa, mengaku ragu terhadap banyaknya kelas menengah di Indonesia yang mulai jatuh ke kelas ekonomi bawah.

Dia mengklaim jika kelas menengah tidaklah jatuh miskin. Melainkan, mereka hanya bermigrasi ke sektor pekerjaan informal yang berbasis digital dan lintas negara.

Pergeseran pekerjaan masyarakat ke sektor informal itu lantas membuat kelas menengah tidak terdata oleh pemerintah. Sehingga, Suharso menganggap jika seolah-olah terjadi penurunan proporsi kelas menengah dari populasi Indonesia.

"Itu sedang kita cari ke mana mereka, jadi ini enggak teregister saja," kata Suharso ditemui di Kementerian PANRB, Jakarta, Selasa, (30/7/2024).

Hilangnya kelas menengah ini, kata dia, hampir mirip dengan kasus saving gap investment di Indonesia. Pemerintah sebenarnya mencatat bahwa jumlah simpanan masyarakat naik. Namun, tingkat investasi di Indonesia dari Produk Domestik Bruto justru menurun.

Baca Juga: Bappenas: Ekonomi Sirkular Berpotensi Meningkatkan PDB Hingga Rp638 Triliun di 2030

"Sehingga yang dulu katanya saving investment gap terjadi, di kita itu surplus. Tapi dana yang tersedia itu dana jangka pendek, sementara untuk pembangunan investasi yang diperlukan adalah jangka panjang,” klaim nya.

Suharso menilai, Badan Pusat Statistik (BPS) sedang mengulik berbagai data terkait jumlah simpanan tersebut, pun mengenai data migrasi kelas menengah Indonesia.

"Nah itu yang saya kira BPS lagi ngulikin di situ, kan ini sekarang kita dikritik katanya dari kelas nyaman menjadi kelas makan," ucapnya.

Sejumlah ekonom sebelumnya telah mencatat dan mewanti-wanti pemerintah bahwa terjadi penurunan proporsi kelas menengah di Indonesia setelah pandemi Covid-19. Berdasarkan data dari Bank Mandiri, pada tahun 2019 proporsi kelas menengah Indonesia masih mencapai 21% dari populasi. Akan tetapi, pada tahun 2023 jumlah tersebut melorot drastic menjadi 17%.

Baca Juga: Bappenas Dorong Aksi Nyata Penerapan Ekonomi Hijau

Masyarakat yang masuk dalam kelompok aspiring middle class (AMC) atau calon kelas menengah pun naik sejalan dengan penurunan jumlah kelas menengah. Proporsi kelas rentan pun turut naik. Pergeseran itu diduga terjadi karena banyak warga kelas menengah yang jatuh miskin karena menghadapi berbagai dinamika yang terjadi selama pandemi Covid-19.

Kendati demikian, Suharso tetap mengklaim bahwa pandemi membuat banyak masyarakat yang beralih kerja secara daring. Misalnya, banyak anak-anak muda yang saat ini sedang mencari cuan dari jarak jauh di Singapura. Jadi, dia tetap tegas menolak bahwa kelas menengah banyak yang jatuh miskin.

Suharso dinilai tetap bebal dan menganggap keyakinannya tersebut bisa dikonfirmasi secara kasat mata maupun data-data perekonomian lainnya. Data kemiskinan yang dirilis oleh BPS, kata dia, menunjukkan jumlah warga miskin di Indonesia tidak naik, pun warga yang miskin menurun. Di sisi lain, data pengangguran terbuka versi Suharso juga terus berkurang.

"Menurut saya tidak ada masalah, karena kalau ada begitu (kelas menengah jatuh miskin) akan banyak antrean kerja, tapi nyatanya tingkat pengangguran kita turun," ujarnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: