Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

APRINDO Kritisi PP Kesehatan

APRINDO Kritisi PP Kesehatan Kredit Foto: Antara/Syaiful Arif
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pengesahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 mengenai Kesehatan menuai polemik. PP Kesehatan yang disusun berlandaskan pendekatan omnibus ini mencampuradukkan sektor kesehatan dan ekonomi, seperti terkait pengaturan penjualan produk tembakau.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), Roy N. Mandey, menyayangkan PP Kesehatan tersebut. Menurutnya, seharusnya PP ini mereformasi dan membangun sistem dan layanan kesehatan sampai ke pelosok negeri, bukan malah mematikan kegiatan ekonomi masyarakat.

Sebagai contoh, Pasal 434 ayat (1) huruf c mencantumkan larangan menjual produk tembakau secara eceran satuan per batang. Selain itu, Pasal 434 ayat (1) huruf e menambahkan pengaturan bahwa setiap orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak.

"Kesehatan dan ekonomi adalah dua hal yang berbeda. Ekonomi berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat, upaya masyarakat mencari nafkah bagi keluarga dan anak-anaknya, termasuk pedagang dan pelaku usaha. Jadi tidak bisa, seolah-olah dalam kebijakan, kesehatan harus menang dan ekonomi kalah, atau sebaliknya. Harus balance. Sebagai bagian turunan dari UU Kesehatan, seharusnya PP ini fokus mengatur kesehatan, bukan mengatur bagaimana berjualan," ujar Roy pada Rabu (31/7/2024).

Roy juga memproyeksikan bahwa implementasi PP Kesehatan terutama terkait zonasi pelarangan penjualan sejauh 200 meter akan menimbulkan masalah. "Bagaimana pelaksanaannya? Bagaimana mengukurnya? Apakah Satpol PP-nya turun ke lapangan, mengukur pakai meteran? Definisi tempat pendidikan sangat luas, apakah termasuk tempat kursus balet, kursus/bimbingan belajar? Narasinya tidak spesifik. Maka, pasal-pasal Pengamanan Zat Adiktif dalam PP Kesehatan ini akan multitafsir dan dapat menjadi pasal karet, karena tidak mudah dilaksanakan," jelasnya.

Baca Juga: P3M Anggap Ada Pelanggaran UU Kesehatan Pada RPP Kesehatan Produk Tembakau

Menurut Roy, sejak 12 tahun lalu, sektor pertembakauan sudah sepakat dan disiplin menjalani implementasi aturan mengenai pengamanan zat adiktif yang tercantum dalam PP No 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Baginya, yang menjadi urgensi saat ini adalah penertiban rokok ilegal.

"Kenapa pemerintah tidak fokus membasmi rokok ilegal yang sedang marak saat ini? Kenapa yang membayar cukai, yang berkontribusi bagi penerimaan negara, bagi pembangunan, bagi investasi tidak dilindungi? Dampak regulasi ini sampai ke hulu, ke petani tembakau. Pemerintah tidak memikirkan mitigasinya," tandasnya.

APRINDO berharap pemerintah tidak mematikan ekonomi masyarakat dengan disahkannya PP Kesehatan ini. "Kami sudah menaati aturan, mulai dari pembatasan iklan, kami juga patuh menjual rokok untuk usia dewasa. Kenapa sekarang ditambah pasal karet ini, yang ujungnya juga tidak dapat menjamin hilangnya rokok ilegal? Sejak awal kami tidak pernah dilibatkan, tidak diajak bicara, dan tidak tahu menahu soal sosialisasi peraturan ini," tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Andi Aliev
Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: