Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pencegahan Eksploitasi Seksual Anak di Era Digital Melalui Penyalahgunaan Penyedia Jasa Keuangan

Pencegahan Eksploitasi Seksual Anak di Era Digital Melalui Penyalahgunaan Penyedia Jasa Keuangan Kredit Foto: Wafiyyah Amalyris K
Warta Ekonomi, Jakarta -

Eksploitasi Seksual Anak (ESA) merupakan kejahatan yang kian mengkhawatirkan di era digital, di mana teknologi finansial seringkali dimanfaatkan oleh pelaku untuk menjalankan aksinya.

Menurut laporan Financial Intelligence Alliance, transaksi keuangan antara pelaku dan korban, fasilitator, atau pemasok konten materi kekerasan dan eksploitasi seksual anak, menjadi salah satu modus operandi utama dalam kejahatan ini. 

Kemudahan, akses teknologi finansial global memudahkan transaksi ilegal ini, menekankan pentingnya kecerdasan finansial dalam mendeteksi dan menghentikan eksploitasi seksual anak di sektor keuangan.

Menurut International Labour Organization (ILO), eksploitasi seksual anak dan perdagangan anak untuk tujuan seksual menghasilkan keuntungan yang besar, dengan total keuntungan mencapai USD 150,2 miliar per tahun. Angka tertinggi keuntungan berasal dari Asia (USD 51,8 miliar) dan negara maju (USD 46,9 miliar) pada tahun 2014, menunjukkan tingginya jumlah korban di Asia dan besarnya keuntungan per korban di negara maju.

Di Indonesia, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melaporkan transaksi keuangan senilai Rp 114 miliar terkait Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan pornografi anak pada tahun 2022. Penyelidikan PPATK menemukan bahwa banyak pelaku menggunakan dompet digital untuk pembayaran konten ilegal, dengan pelaku berasal dari dalam dan luar negeri yang mencari konten eksploitatif di Indonesia. Hal ini menggarisbawahi pentingnya deteksi dini dan penghentian transaksi mencurigakan oleh penyedia jasa keuangan.

Dalam upaya memerangi kejahatan ini, ECPAT Indonesia bekerja sama dengan Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi (ASPERHUPIKI), serta didukung oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta ASEAN Secretariat, menyelenggarakan “ASEAN Conference on the Prevention and Response to the Misuse of Financial Service Providers in Child Sexual Exploitation” atau “Konferensi ASEAN tentang Pencegahan dan Respon terhadap Penyalahgunaan Penyedia Jasa Keuangan dalam Eksploitasi Seksual Anak” di Bali pada 7-8 Agustus 2024. 

Baca Juga: Hari Anak Nasional, Jamkrindo Gelar Edukasi Kesehatan Mental

Konferensi ini juga didukung oleh berbagai lembaga seperti Yayasan Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA), OUR Rescue Indonesia, dan Yayasan Kasih Yang Utama (YKYU).

Tujuan utama dari konferensi ini adalah meningkatkan kesadaran tentang penyalahgunaan jasa keuangan dalam kejahatan eksploitasi seksual anak, mengeksplorasi respons negara-negara ASEAN terhadap masalah ini, melibatkan banyak pemangku kepentingan dalam diskusi, dan mendapatkan praktik terbaik dari negara-negara ASEAN. 

Untuk mengidentifikasi dan menghentikan eksploitasi seksual anak, diperlukan pendekatan bersama antara pemerintah, industri keuangan, dan masyarakat luas, serta Rencana Aksi Regional untuk Perlindungan Anak dari Eksploitasi Seksual di ASEAN.

Sementara itu, Ketua Kelompok Hubungan Masyarakat sekaligus PPID PPATK M. Natsir Kongah menyebut bahwa PPATK menempatkan penanganan kejahatan eksploitasi seksual anak sebagai salah satu prioritas utama, yang tercermin dalam kerja sama erat dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). 

Data tahun 2024 mencatat 303 kasus anak korban eksploitasi ekonomi dan seksual, 128 anak korban perdagangan, dan 481 anak korban pornografi di Indonesia. Dugaan prostitusi anak mencapai sekitar 24.000 anak dengan nilai perputaran uang mencapai Rp127,3 miliar.

Baca Juga: Anak-anak Mulai Kecanduan, Indonesia Darurat Judi Online

Dalam konteks regional, PPATK bersama pemangku kepentingan terkait telah melaksanakan diskusi untuk memformulasikan indikator red flag transaksi keuangan mencurigakan terkait kejahatan eksploitasi seksual anak. Fokus utama adalah keterlibatan aktif penyedia jasa keuangan seperti perbankan, penyelenggara transfer dana, dompet elektronik, dan pedagang fisik aset kripto, bersama lembaga intelijen keuangan dan penegak hukum.

PPATK berharap upaya memerangi kejahatan seksual anak menjadi komitmen bersama seluruh pihak, termasuk melibatkan peran aktif masyarakat. Eksploitasi seksual anak memiliki dampak destruktif yang mengancam generasi penerus, sehingga kerja sama solid di lingkup regional hingga internasional sangat diperlukan. Forum seperti Konferensi ASEAN menjadi langkah krusial dalam memperkuat komitmen dan aksi nyata melawan kejahatan ini.

PPATK berkomitmen mendukung segala upaya memerangi kejahatan eksploitasi seksual anak sesuai dengan tugas dan kewenangan yang dimiliki. Kolaborasi dengan lembaga internasional dan regional menjadi kunci dalam menangani masalah ini secara efektif, memastikan perlindungan maksimal bagi anak-anak dari segala bentuk eksploitasi seksual.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: