Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Biaya dan Manfaat Kebijakan Pembatasan Konsumsi Bahan Bakar Minyak

Biaya dan Manfaat Kebijakan Pembatasan Konsumsi Bahan Bakar Minyak Kredit Foto: Antara/Yusuf Nugroho
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, menyampaikan bahwa pihaknya akan melakukan pembatasan pembelian BBM bersubsidi yang direncanakan efektif sejak 17 Agustus 2024. Pembatasan dimaksudkan agar BBM bersubsidi lebih tepat sasaran dan dapat menghemat keuangan negara.

Menurut Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, pandangan dan catatan ReforMiner terhadap rencana pembatasan pembelian BBM bersubsidi yang akan diimplementasikan pemerintah adalah sebagai berikut:

ReforMiner memproyeksikan, biaya kebijakan pembatasan subsidi BBM berpotensi akan lebih besar jika dibandingkan dengan potensi manfaat yang akan diperoleh. Jika tidak terkelola dengan baik, biaya ekonomi dan biaya sosial dari kebijakan pembatasan BBM dapat tidak terkendali.

Potensi biaya sosial dari kebijakan pembatasan BBM subsidi pada tahun 2024 dapat lebih besar mengingat akan dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di seluruh Indonesia.

Keterbatasan akses BBM pada saat pelaksanaan pesta demokrasi serentak dapat berpotensi memicu permasalahan vertikal dan horizontal. 

Untuk kepentingan edukasi publik dan untuk memenuhi aspek keadilan, peserta Pilkada dan para pendukungnya sebaiknya agar tidak menggunakan BBM subsidi dalam pelaksanaan pesta demokrasi yang akan dilaksanakan. 

Kebijakan pembatasan BBM subsidi pada dasarnya bukan merupakan sesuatu yang baru. Kebijakan pembatasan BBM tercatat sudah diinisiasi dan diimplementasikan sejak Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan terbukti tidak efektif.

Pada kebijakan pembatasan BBM sebelumnya, telah dilakukan dengan pemasangan Radio Frequency Identification (RFID) agar BBM subsidi dapat lebih tepat sasaran. RFID disampaikan berfungsi membaca jumlah BBM yang dikonsumsi oleh kendaraan dan dipasang di SPBU.

Sementara di kendaraan dipasang suatu alat yang disinkronkan dengan RFID. Berdasarkan data, dilaporkan sudah ratusan ribu kendaraan dipasang RFID, akan tetapi kemudian pemerintah membatalkan kebijakan tersebut.

Sepanjang pilihan kebijakan pengaturan dan pengelolaan BBM hanya dilakukan melalui pembatasan, hasil yang akan diperoleh kemungkinan tidak akan pernah optimal dan berpotensi menimbulkan sejumlah permasalahan ikutan di dalam implementasinya.

Kebijakan pengelolaan BBM subsidi akan dapat lebih optimal jika pemberian subsidi BBM dilakukan melalui mekanisme subsidi langsung, yaitu pemberian subsidi secara langsung kepada individu penerima manfaat bukan melalui mekanisme subsidi terhadap harga barang seperti mekanisme subsidi yang diberlakukan saat ini.  

Dari aspek regulasi, kebijakan pembatasan BBM subsidi relatif belum akan dapat dilaksanakan jika revisi Peraturan Presiden (Perpres) No.191/2014 belum diselesaikan oleh pemerintah. Badan usaha pelaksana penugasan (Pertamina) tidak memiliki rujukan dan payung hukum untuk pelaksanaan kebijakan jika revisi Perpres tersebut belum diselesaikan.

Potensi nilai penghematan anggaran subsidi BBM yang akan diperoleh dari kebijakan pembatasan BBM pada dasarnya belum dapat dikuantifikasikan jika obyek atau kelompok yang akan menjadi target pembatasan tidak ditetapkan secara tegas oleh pemerintah.    

Jika mencermati kuota BBM Subsidi dan BBM JBT pada tahun 2024 dan 2025 yang tercatat lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, dari perspektif fiskal pada dasarnya dapat dikatakan bahwa pemerintah pada dasarnya tidak berencana melakukan pembatasan BBM.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: