Dengan hanya lima bulan tersisa sebelum memasuki tahun 2025, masyarakat Indonesia perlu bersiap menghadapi berbagai kenaikan tarif dan perubahan kebijakan yang diprediksi akan berdampak besar pada ekonomi nasional.
Berikut beberapa kebijakan yang diperkirakan akan menjadi tantangan berat bagi masyarakat pada tahun depan.
Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%
Salah satu kebijakan yang diprediksi akan berlaku pada awal 2025 adalah kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, telah mengonfirmasi bahwa kenaikan PPN tersebut merupakan amanat Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UUHKPD).
Meskipun keputusan final masih menunggu persetujuan Presiden Joko Widodo saat pembacaan Nota Keuangan dan RUU APBN 2025, simulasi penerapan kenaikan ini sudah dilakukan.
Kenaikan PPN diperkirakan akan menambah penerimaan negara sekitar Rp70 triliun. Namun, sektor usaha, termasuk Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), telah mengajukan permintaan penundaan kenaikan tarif ini, karena khawatir akan dampaknya pada dunia bisnis.
Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
Selain kenaikan PPN, masyarakat juga perlu bersiap untuk kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada 2025. Menurut Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, kenaikan iuran ini kemungkinan akan berlaku untuk peserta kelas 1 dan 2, sementara iuran kelas 3 dipastikan tidak berubah, mengingat mayoritas pesertanya adalah penerima bantuan iuran (PBI).
Kebijakan kenaikan ini diharapkan akan diterapkan menjelang pemberlakuan kelas rawat inap standar (KRIS) pada 30 Juni 2025, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024.
Pengurangan Subsidi BBM dan Gas LPG 3kg
Pemerintah juga berencana memangkas subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) pada tahun 2025, yang berpotensi menyebabkan kenaikan harga BBM, khususnya jenis Pertalite dan Solar.
Kebijakan ini diungkapkan dalam dokumen kerangka ekonomi makro dan kebijakan fiskal tahun 2025. Dalam dokumen tersebut, disebutkan bahwa pemerintah ingin melakukan pengendalian kategori konsumen BBM bersubsidi agar lebih tepat sasaran.
Selain BBM, subsidi gas LPG 3kg atau yang sering disebut "gas melon" juga akan dialihkan menjadi Bantuan Langsung Tunai (BLT). Meski masih dalam tahap pembahasan, skema baru ini diharapkan bisa diuji coba pada akhir 2025 dan sepenuhnya diterapkan pada tahun 2026.
Potensi Dampak dan Efisiensi Anggaran
Transformasi subsidi dan kompensasi energi diharapkan akan menghasilkan efisiensi anggaran sebesar Rp67,1 triliun per tahun. Namun, pengurangan subsidi ini juga diperkirakan akan meningkatkan harga barang-barang yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat, seperti BBM dan gas LPG 3kg, yang harga keekonomiannya jauh lebih tinggi dari harga saat ini.
Sebagai contoh, harga asli LPG 3kg tanpa subsidi diperkirakan sekitar Rp53.000 per tabung, sementara saat ini harganya hanya sekitar Rp20.000 berkat subsidi pemerintah sebesar Rp33.000 per tabung.
Dengan berbagai kebijakan kenaikan tarif dan pengurangan subsidi yang diperkirakan berlaku pada tahun 2025, masyarakat Indonesia harus bersiap menghadapi tantangan ekonomi yang semakin besar.
Kenaikan PPN, iuran BPJS, serta penarikan subsidi BBM dan gas LPG berpotensi meningkatkan beban biaya hidup, terutama bagi masyarakat kelas menengah dan bawah. Pemerintah diharapkan dapat mengantisipasi dampak dari kebijakan ini agar tidak membebani rakyat terlalu berat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement