Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Orang kaya Indonesia Makan Lebih dari Rp50 Triliun Alokasi Bansos

Orang kaya Indonesia Makan Lebih dari Rp50 Triliun Alokasi Bansos Kredit Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan bahwa anggaran perlindungan sosial (perlindos) memiliki peran penting dalam menopang rumah tangga miskin, rentan, serta kelas menengah. Namun, Sri Mulyani juga mengakui bahwa anggaran tersebut tidak tepat sasaran.

Selama 10 tahun terakhir, setidaknya Rp53,7 triliun anggaran perlindungan sosial justru dinikmati oleh golongan orang kaya. Ini berarti 10% dari total anggaran perlindungan sosial masuk ke kantong golongan kaya.

Sri Mulyani merinci bahwa Bansos senilai Rp4,2 triliun, subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp8,5 triliun, serta pembebasan PPN senilai Rp1 triliun, seharusnya ditujukan untuk kelompok miskin, namun justru dinikmati oleh golongan yang mampu. Padahal, Bansos seharusnya lebih banyak dinikmati oleh desil terbawah dari masyarakat, seperti desil 1, 2, 3, dan 4, yang merupakan kelompok paling miskin.

Meskipun demikian, anggaran subsidi yang berupa barang, seperti harga BBM, listrik, dan LPG yang dipatok lebih rendah, pada kenyataannya juga turut dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Sri Mulyani menambahkan bahwa ketidaktepatan sasaran ini berdampak pada perlindungan daya beli masyarakat di semua desil, termasuk kelompok kaya.

Baca Juga: APBN Disoroti, Jokowi Proyeksikan Pendapatan Negara Rp2.996,9 Triliun

Masalah ketidaktepatan sasaran perlindungan sosial ini juga sempat disinggung oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan. Ia bahkan berencana membatasi penyaluran BBM bersubsidi guna mengurangi masalah pencemaran udara akibat tingginya kandungan sulfur dalam BBM bersubsidi.

"Pertamina sedang menyiapkan hal tersebut, dan kami berharap pada 17 Agustus ini, pembatasan BBM bersubsidi bagi yang tidak berhak sudah bisa dimulai," ungkap Luhut.

Ketidaktepatan sasaran dalam subsidi energi juga diperkirakan turut memicu peningkatan defisit APBN hingga akhir tahun 2024. Defisit tersebut diproyeksikan mencapai Rp609,7 triliun atau 2,7% dari PDB, meningkat dari sebelumnya Rp522,8 triliun atau 2,29% dari PDB. Peningkatan defisit ini disebabkan oleh salah satunya penyaluran subsidi energi yang tidak tepat sasaran.

Dengan tantangan tersebut, pemerintah kini tengah berusaha memperbaiki mekanisme penyaluran subsidi dan perlindungan sosial agar lebih efektif dan tepat sasaran, sehingga dapat lebih banyak membantu masyarakat miskin dan rentan sesuai dengan tujuan awal program-program tersebut.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: