Upaya menekan emisi menjadi salah satu langkah penting bagi pemerintah Indonesia dalam memenuhi target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2030. Konkritnya, Jepang diplih sebagai partner penting dalam menjalankan program dekarbonisasi sektor energi melalui kerja sama atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Indonesia dengan Kementerian ESDM dengan New Energy and Industrial Technology Development Organization (NEDO) Jepang.
Kerja sama tersebut ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, dan Presiden NEDO, Yokoshima Naohiko, di sela-sela acara pertemuan kedua AZEC Ministerial Meeting di Jakarta, Rabu, 21 Agustus 2024.
"MoU ini merupakan tahap awal untuk melakukan studi kelayakan bersama. Setelah itu, hasilnya akan dibahas di AZEC bersama pemerintah dan METI. Selanjutnya, akan ditentukan dukungan tambahan dari AZEC untuk pengembangan energi bersih di Indonesia," ujar Dadan.
Baca Juga: Di AZEC 2nd, Menteri ESDM Tekankan Kolaborasi Internasional untuk Emisi Nol Bersih
Hal ini pun ditegaskan oleh Menteri Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roelani terkait peran AZEC sebagai forum terobosan (breakthrough) dalam mengatasi emisi dan perubahan iklim di Kawasan Asia Tenggara.
"AZEC adalah platform bagi negara-negara di kawasan untuk menunjukkan kerja sama dan tindakan yang berani dalam mengurangi emisi dan mengatasi perubahan iklim di sektor energi melalui promosi pengembangan Energi Terbarukan, Bahan Bakar Nabati dan Bahan Bakar Penerbangan Berkelanjutan, hidrogen, amonia, penangkapan dan penyimpanan karbon, dekarbonisasi batubara, dan inisiatif Industri Nol Bersih," kata Roslan mewakili Menteri ESDM.
Dalam perjanjian ini, kedua negara sepakat untuk mendorong dekarbonisasi sektor energi melalui pemanfaatan sumber energi yang tersedia, penerapan teknologi energi bersih, serta efisiensi energi. Secara spesifik, Indonesia dan Jepang akan mengembangkan energi terbarukan, seperti tenaga surya, air, angin, dan bioenergi (biomassa, bio-metana, dan biofuel).
Selain itu, keduanya juga akan memproduksi hidrogen dan membangun rantai pasokannya, serta mengoptimalkan teknologi konservasi energi, termasuk pembangkit listrik hibrid berbasis surya dan diesel, pompa panas (heat pump), dan sistem cogeneration WHP (waste heat to power).
Baca Juga: Lewat AZEC, Pemerintah Jepang Siap Gelontohkan USD 1 Milar untuk Dukung Proyek Hijau di Asia
Kerja sama ini juga mencakup penerapan teknologi elektrifikasi di sektor industri, pengembangan teknologi jaringan pintar, serta manajemen sisi permintaan. Di samping itu, Indonesia dan Jepang juga akan mengembangkan model Energy Services Company (ESCO), meningkatkan nilai tambah batu bara untuk keperluan industri, seperti produksi grafit buatan dan bahan kimia dari batu bara, hingga pengelolaan limbah dalam pengolahan mineral kritis.
NEDO sendiri merupakan lembaga penelitian dan pengembangan di bawah Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri (METI) Jepang, yang didirikan pada tahun 1980. NEDO berfokus pada inovasi teknologi untuk menghadapi tantangan energi dan lingkungan global.
Sebagai akselerator inovasi, NEDO bekerja sama dengan industri, akademisi, dan pemerintah untuk merumuskan langkah strategis dan rencana aksi dari proyek-proyek penelitiannya.
Salah satu proyek di Indonesia yang mendapat dukungan NEDO adalah pengembangan unit pertama produksi hidrogen hijau dari PLTP Lahendong Binary (500 kW) hingga tahap komersial. Selain itu, ada juga proyek demonstrasi Energy Management System (EMS) di Nunukan, Pulau Sebatik, yang menggabungkan PLTS dan PLT biomassa dengan PLTG dan PLTD yang sudah ada di wilayah tersebut.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement