
Perihal pemanfaatan CNO tersebut, dia menjelaskan jika tantangannya adalah ketersediaan stok. Dalam hal ini, dia mengatakan bahwa ketersediaan CNO tidak seperti minyak jelantah yang melimpah.
"Kalau bangun project yang panjang tentu ketersediaan jadi kunci, kalau tidak ya kita sulit dapat financing. Kelapa memang potensial, tapi ketersediaannya memang tidak seperti minyak jelantah," jabarnya.
Baca Juga: Dirut Pertamina Cek Ketersediaan Elpiji 3Kg di Surakarta
Sebagai informasi, Direktur Bioenergi Ditjen Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Edi Wibowo, mengatakan bahwa kelapa reject dinilai sebagai salah satu potensi yang diakui dan masuk dalam daftar calon bahan baku Sustainable Aviation Fuel (SAF).
"Memang kelapa-kelapa reject itu salah satu potensi untuk bisa menjadi bahan baku bioavtur, SAF itu," kata dia.
Akan tetapi, untuk mewujudkan hal tersebut ada beberapa PR yang harus diselesaikan. Di antaranya pembudidayaan komoditas kelapa sawit yang saat ini masih dilakukan di perkebunan rakyat dan belum terindustrialisasi secara lebih luas.
Karena itu, muncul rencana tambahan tugas bagi Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk mengelola di luar komoditas kelapa sawit, yakni kakao hingga kelapa.
Baca Juga: Tanzania Gandeng Pertamina, Jajaki Peluang Baru Sektor Hulu Migas
"Jadi itu dulu masuk supaya nanti termasuk hilirisasinya, budidayanya berkembang baik. Kalau sudah, nanti berkembang ke depannya, termasuk salah satu potensi untuk bisa dikembangkan jadi SAF tadi," ujar dia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement