Analisis CarbonBrief melaporkan Tiongkok sukses mereduksi emisi karbon hingga 1% di kuartal dua tahun 2024. Sebagai kontributor emisi karbon terbesar di dunia atau 27% total emisi global, pencapaian ini merupakan tonggak penting.
Peneliti Departermen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia, Novia Xu menyampaikan terdapat dua faktor dibalik keberhasil tersebut.
Pertama, Tiongkok sukes meningkatkan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) cukup pesat. Di paruh pertama tahun ini saja Tiongkok berhasil menambah kapasitas energi surya sebesar 102 Gigawatt (GW) dan energi angin sebesar 26 GW.
Baca Juga: PT Energi Baru TBS Bakal Kantongi Tambahan EBT 46 MW di 2025, Ini Sumbernya
”Sebagai hasil dari pertumbuhan kapasitas yang kuat, tenaga surya dan angin telah memenuhi 52% pertumbuhan permintaan listrik (Tiongkok) pada paruh pertama 2024, sehingga mengurangi konsumsi tenaga listrik dari batu bara atau gas,” tuturnya dalam keterangan, Jakarta 22/10/2024).
Selanjutnya, permintaan akan minyak bumi Tiongkok juga mengalami penurunan sebesar 3% di kuartal dua tahun ini. Sebaliknya pangsa pasar kendaraan listrik atau Electric Vehicle (EV) mengalami peningkatan penjualan kumulatif selama 10 tahun terakhir mencapai 11,5% pada Juni 2024. Analisis memperkirakan bahwa peningkatan penggunaan EV telah mengurangi permintaan bahan bakar untuk sektor transportasi sekitar 4%.
Selain itu, produksi teknologi hijau lainnya, seperti kendaraan listrik, baterai, dan sel surya, terus mencatat pertumbuhan signifikan, dengan kenaikan masing-masing sebesar 34%, 18%, dan 37% pada paruh pertama 2024.
Baca Juga: IESR Menilai Power Wheeling Bakal Dongkrak EBT di Indonesia
”Jika tren pertumbuhan energi terbarukan ini berlanjut, berpotensi cukup tinggi untuk mendorong penurunan emisi CO2 Tiongkok secara keseluruhan pada tahun 2024,” sambungnya.
Faktor kedua kata Novia Xu ialah lambatnya pemulihan ekonomi Tiongkok pasca pandemi, yang menyebabkan konsumsi energi secara umum menurun. Faktor ini bisa menjadi penyebab turunnya emisi karbon Tiongkok bersifat sementara.
Penurunan sektor real estate sejak 2021 telah menyebabkan penurunan tajam dalam aktivitas konstruksi, sehingga mengurangi permintaan material yang karbon intensif seperti semen dan baja. Penurunan penjualan tanah juga berdampak buruk pada pendapatan daerah sehingga menghambat kemampuan pemerintah daerah untuk berinvestasi dalam proyek infrastruktur, dan semakin memperburuk perlambatan sektor konstruksi serta konsumsi energi yang terkait.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement