Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ini Persyaratan Operator Perdagangan Kripto Indonesia di Bawah Pengawasan OJK

Ini Persyaratan Operator Perdagangan Kripto Indonesia di Bawah Pengawasan OJK Pasar OTC atau Over the Counter. | Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Saat nilai transaksi aset kripto meningkat pesat, operator perdagangan kripto di Indonesia kini wajib mematuhi sederet aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal ini seperti diatur dalam Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), di mana pengawasan aset kripto di Indonesia telah beralih dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke OJK selambatnya pada Januari 2025.  

Ya, Bitcoin baru-baru ini mencetak rekor harga tertinggi sepanjang masa hingga mencapai USD89 ribu (sekitar Rp1,4 miliar) pada 12 November 2024, yang sebagian besar didorong oleh optimisme pasar setelah kemenangan Donald Trump pada pemilihan presiden Amerika Serikat.

Sedang di Indonesia, seperti dilaporkan Bappebti akhir Oktober lalu, perdagangan aset kripto saat ini menjadi salah satu pilihan investasi yang diminati masyarakat. Sejak Februari 2021 hingga September 2024, jumlah pelanggan aset kripto di Indonesia mencapai 21,27 juta.

Dari sisi transaksi juga menunjukkan pergerakan positif. Pada periode Januari – September 2024, nilai transaksi aset kripto mencapai Rp426,69 triliun, naik 351,97 persen dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2023, yaitu sebesar Rp94,41 triliun.

Perdagangan aset kripto juga memberikan kontribusi bagi negara melalui pajak sejak 2022 – September 2024, yaitu sebesar Rp914,2 miliar.

Tren peningkatan perdagangan kripto di Indonesia dan peraturan yang menyertainya tak lepas dari perhatian para pengacara firma hukum Dentons HPRP (Hanafiah Ponggawa & Partners Law Firm) yang berpengalaman menangani permasalahan korporasi di bidang banking & finance, serta investasi.

Baca Juga: Janjikan Soft Landing, OJK Bakal Adopsi Aturan Bappebti untuk Awasi Aset Kripto

Menurut Partner Dentons HPRP Andre Rahadian, gelombang peningkatan besar perdagangan aset kripto datang pada suatu momen waktu ketika Indonesia beranjak maju dalam pendekatan terstrukturnya sendiri terhadap peraturan kripto.

“Pedagang fisik aset kripto di Indonesia diatur berdasarkan Peraturan Bappebti No. 8/2021. Untuk menjalankan kegiatan operasional sebagai pedagang fisik aset kripto di Indonesia, beberapa persyaratan utama harus dipenuhi dan tentunya kini harus mematuhi aturan dari OJK,” beber Andre Rahadian dalam keterangannya di Jakarta pada Jumat (29/11/2024). 

Dijelaskan juga oleh Partner Dentons HPRP Mika Isac Kriyasa, pemerintah telah mempertimbangkan sektor keuangan Indonesia menghadapi tantangan-tantangan dari munculnya instrumen-instrumen keuangan yang kompleks dan berisiko tinggi seperti kripto. Untuk itu, telah dilakukan peralihan besar dengan pemberlakuan UU PPSK, yang mengalihkan otoritas peraturan atas aset kripto dari Bappebti kepada OJK. 

“OJK diharapkan memfinalisasi rancangan peraturan mereka (RPOJK) yang menetapkan berbagai aspek, seperti aset kripto yang layak untuk perdagangan, perizinan operator, tata kelola, dan perlindungan konsumen,” urai Mika Isac Kriyasa. 

Mika juga mengingatkan para operator perdagangan aset kripto harus mematuhi tata kelola dan perlindungan data dalam waktu enam bulan sejak pemberlakuan peraturan tersebut, karena para pedagang aset kripto memiliki waktu satu tahun untuk melaksanakan program Anti-Pencucian Uang (APU) dan pencegahan pembiayaan terorisme serta pengembangan senjata pemusnah massal. 

Baca Juga: Transaksi Tembus Rp475,13 Triliun, Aset Kripto Diminati Masyarakat

“Salah satu aspek utama dari RPOJK adalah persyaratan perizinan bagi para operator perdagangan kripto di mana mereka hanya dapat terlibat dalam aktivitas usaha setelah memperoleh izin usaha dari OJK, yang mensyaratkan direksinya mengajukan permohonan. Di samping itu, RPOJK menetapkan bahwa OJK harus menyetujui permohonan izin usaha dalam waktu 45 hari,” jelas Mika.

Sementara itu Andre Rahadian mengungkapkan bahwa peraturan-peraturan yang telah ada akan tetap berlaku kecuali jika bertentangan dengan undang-undang yang baru. 

“Selain UU PPSK dan aturan OJK, para operator perdagangan kripto harus berpedoman pada Peraturan Bappebti No. 8 Tahun 2021, juga tunduk pada aturan perpajakan, yakni lewat Peraturan Menteri Keuangan No. 68/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto," kata Andre.

Baca Juga: Subsidi BBM Bakal Disalurkan Dua Skema, Begini Penjelasan Bahlil

Baca Juga: Harga Emas Antam Alami Penurunan Jelang Akhir Pekan, Tertarik Beli?

"Wajib dicermati pula langkah-langkah perlindungan konsumen yang ketat untuk transaksi-transaksi aset kripto meliputi protokol Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer), kewajiban Uji Tuntas Nasabah (CDD) dan kewajiban Anti-Pencucian Uang (APU),” tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: