- Home
- /
- Kabar Sawit
- /
- Telisik
Ironi Kejayaan Industri Kelapa Sawit Indonesia, Akankan Segera Berubah?
Ironi lainnya adalah berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), tingkat stunting tertinggi berasal dari enam provinsi sentra sawit. Keenam provinsi tersebut adalah Aceh, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur.
“Kondisi tersebut menjadi sebuah ironi karena tingkat stunting di masyarakat sentra sawit relatif tinggi, padahal kebun sawit merupakan lumbung vitamin A, vitamin E yang bermanfaat bagi kesehatan manusia, termasuk mencegah penyakit stunting,” kata PASPI.
Baca Juga: Ide Menyelamatkan Industri Sawit Nusantara dari Universitas Indonesia
Ironi ketiga adalah tingginya ketergantungan Indonesia terhadap impor vitamin A dan E. salah satu bentuk intervensi pemerintah Indonesia dalam mengatasi tingginya angka stunting yakni dengan pemberian vitamin A baik secara oral seperti yang dilakukan di posyandu atau puskesmas, maupun melalui penambahan vitamin A pada bahan makanan.
Kedua strategis tersebut, secara tak langsung memiliki implikasi terhadap kian besarnya kebutuhan vitamin A dalam negeri. Maka dari itu, untuk memenuhi besarnya kebutuhan dalam negeri, Indonesia harus mengimpor vitamin A dari berbagai negara.
“Tercatat selama periode tahun 2011-2022, nilai impor vitamin A mengalami peningkatan signifikan yakni dari US$10.26 juta menjadi US$26.80 juta. Demikian juga dengan volume impor yang meningkat dari 341 ton menjadi 547 ton pada periode yang sama,” ungkap PASPI.
Tak hanya impor vitamin A, Indonesia juga banyak mengimpor vitamin E hanya untuk memenuhi besarnya kebutuhan beberapa industri seperti pangan, farmasi, bahkan kosmetik. Selama periode tahun 2011-2022, nilai vitamin E yang diimpor Indonesia relatif besar dan juga mengalami peningkatan yakni dari US$19.71 juta menjadi US$33.87 juta.
Membengkaknya nilai impor vitamin A dan E tentu saja membebani devisa neraca perdagangan Indonesia. Selain terbebani oleh besarnya devisa impor, ketergantungan Indonesia terhadap vitamin A dan E impor juga berpotensi sensitive terhadap instabilitas pasokan dan harga. Kondisi tersebut cukup ironis.
Baca Juga: SNV Indonesia dan Mitra Terapkan Perkebunan Regeneratif untuk Kelapa Sawit
“Indonesia mengimpor Vitamin A dan E yang meningkat setiap tahunnya. Padahal perkebunan sawit Indonesia berpotensi menghasilkan vitamin A dan E yang dapat memenuhi kebutuhan domestik,” pungkas PASPI.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar
Advertisement