Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi mengungkapkan jenis beras yang masuk dalam Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang akan diterapkan pada 1 Januari mendatang.
Arief menegaskan bahan pangan pokok strategis, terutama beras yang diproduksi dalam negeri, seperti beras medium dan premium tidak akan dikenai PPN 12 persen, jenis beras yang masuk dalam kebijakan tersebut adalah beras khusus impor.
Baca Juga: Kunjungi Eksportir Teh di Bandung, Kemendag Bantu Perluasan Pasar
"Jadi beras medium dan premium tidak dikenakan PPN. Beras yang kena PPN itu, beras khusus yang diimpor, misalnya untuk kebutuhan hotel atau restoran. Tentunya Bapak Presiden Prabowo itu berpihak pada kepentingan masyarakat menengah ke bawah. Apalagi sekarang ini kita lagi sama-sama dorong produksi beras dalam negeri," ujar Arief, dikutip dari siaran pers Badan Pangan Nasional, Selasa (24/12).
"Adapun pada paparan Kementerian Keuangan sebelumnya, tercantum beras premium termasuk kena PPN, itu maksudnya lebih ke beras khusus yang tidak bisa diproduksi dalam negeri. Tapi terhadap beras khusus dari lokasi tertentu di Indonesia, misalnya seperti beras aromatik produksi lokal, itu juga tidak kena PPN. Hal ini supaya kita dapat terus menjaga margin yang baik bagi petani lokal kita," tambahnya.
Adapun kualifikasi beras telah diatur dalam Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 2 Tahun 2023. Dalam beleid disebutkan beras umum terdiri dari atas beras premium dan medium yang ditentukan berdasarkan perbedaan derajat sosoh dan butir patah.
Untuk itu, NFA telah mengusulkan kepada Kementerian Keuangan agar pemberlakuan PPN 12 persen hanya untuk beras khusus tertentu yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri. Ini telah sesuai dengan pasal 3 ayat 5 dalam Bab I pada Perbadan 2 Tahun 2023.
"Beras premium itu banyak diminati masyarakat kita secara luas. Persebarannya pun merata di semua lini pasar. Jadi ini yang diperhatikan pemerintah, sehingga tidak termasuk barang mewah dan tidak dikenakan PPN seperti yang ada sebelum ini," kata Kepala NFA Arief Prasetyo Adi.
"Jangan lupa, Januari dan Februari nanti, pemerintah bersama Perum Bulog akan kembali menyalurkan bantuan pangan beras ke 16 juta masyarakat yang berpendapatan rendah. Beras dari Bulog ini medium, tapi kualitasnya premium. Jadi ini memang salah satu bentuk perhatian pemerintah terhadap masyarakat," tutupnya.
Lebih lanjut, sebagai bagian dari paket stimulus ekonomi untuk penyeimbang kebijakan PPN 12 persen, terutama yang terkait pangan, pemerintah telah memutuskan akan mendistribusikan bantuan pangan beras kembali di Januari dan Februari 2025. Sebanyak 160 ribu ton dialokasikan per bulan kepada 16 juta Penerima Bantuan Pangan (PBP) oleh Perum Bulog melalui penugasan dari NFA.
Untuk diketahui, penyesuaian jumlah PBP menjadi 16 juta karena terdapat beberapa justifikasi. Faktor pertama karena adanya penurunan persentase penduduk miskin pada Maret 2024 menjadi 25,22 juta orang. Ini menurun 0,68 juta orang terhadap Maret 2023 dan menurun 1,14 juta orang terhadap September 2022.
Selanjutnya demi mewujudkan program yang lebih tepat sasaran, perlu menggunakan data desil 1 dan 2 yang jumlahnya 14 juta sebagaimana data P3KE (Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem). Dari itu ditambahkan pula dengan data lansia tunggal dan perempuan KK (Kepala Keluarga) miskin.
Di samping itu, terdapat pula program lainnya yang menyasar secara luas ke masyarakat di 2025 mendatang, seperti Makan Bergizi Gratis (MBG). Program pengiring lainnya seperti Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) beras juga tetap akan dilaksanakan pemerintah di tahun depan. SPHP beras di Januari dan Februari masing-masing akan digelontorkan 150 ribu ton setiap bulannya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Tag Terkait:
Advertisement