Bursa karbon Indonesia, IDXCarbon, mencatat nilai transaksi sebesar Rp19,73 miliar hingga 27 Desember 2024, menurun dibandingkan angka tahun sebelumnya yang mencapai Rp30,9 miliar. Total unit karbon tercatat mencapai 1,78 juta ton CO2 ekuivalen dari tiga proyek, yaitu proyek Lahendong Unit 5 dan Unit 6 PT Pertamina Geothermal Energy Tbk, Pembangkit Listrik Tenaga Gas Bumi (PLTGU) Blok 3 PJB Muara Karang, dan PLTM Gunung Wugul.
“Untuk kelas aset terbaru, yakni Unit Karbon, telah terdapat total unit karbon tercatat mencapai 1,78 juta ton CO2 ekuivalen dari tiga proyek tercatat dengan nilai transaksi mencapai Rp19,73 miliar hingga 27 Desember 2024,” kata Direktur Utama BEI, Iman Rachman, dalam konferensi pers penutupan perdagangan 2024, Senin (30/12/2024).
Baca Juga: PNRE dan PGE Sepakati Jual Beli Karbon Volume 3 Sebesar 390 Ribu Ton CO2e
Meskipun menurun secara tahunan, perdagangan karbon sejak peluncurannya pada 26 September 2023 hingga 27 Desember 2024 mencatatkan volume transaksi akumulasi sebesar 908 ribu ton CO2 ekuivalen dengan total nilai transaksi mencapai Rp50,6 miliar. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal sekaligus Anggota Dewan Komisioner OJK, Inarno Djajadi, mengungkapkan bahwa 100 perusahaan telah berpartisipasi dalam perdagangan karbon ini.
Baca Juga: IHSG Merosot 2,65%, BEI dan OJK Soroti Tantangan 2025
“Tentunya pencapaian ini menunjukkan respons yang positif terhadap inisiatif dan upaya mendukung transisi menuju ekonomi rendah karbon yang berkelanjutan,” ujar Inarno.
Sementara itu, Deputi Komisioner Pengawas Pengelolaan Investasi Pasar Modal dan Lembaga Efek OJK, Aditya Jayaantara, menilai potensi pasar karbon masih sangat besar. Saat ini, total unit karbon yang masih tersedia untuk diperdagangkan mencapai lebih dari 1,35 juta ton CO2 ekuivalen.
“Dari sisi available for sale, kita melihat kondisi yang cukup kondusif untuk mendukung perdagangan karbon ini. Dengan potensi yang tersedia sebesar 1,35 juta ton CO2, transaksi bisa meningkat jika kondisi pasar mendukung,” jelas Aditya.
Aditya juga menyoroti pentingnya peran tiga proyek awal dalam mendukung keberhasilan awal bursa karbon di Indonesia. “Memang baru ada tiga SPE-GRK (Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca) di bursa karbon Indonesia. Hal ini menunjukkan respons positif terhadap inisiatif menuju ekonomi rendah karbon,” tambahnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Advertisement