Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bangkitnya Nokia, dari Keruntuhan sebagai Raja Ponsel Kini Sukses Menjadi Pengembang Jaringan 5G

Bangkitnya Nokia, dari Keruntuhan sebagai Raja Ponsel Kini Sukses Menjadi Pengembang Jaringan 5G Kredit Foto: Reuters/Sergio Perez
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pada tahun 2008, Nokia berada di puncak kejayaannya sebagai produsen ponsel dengan pendapatan lebih dari $76 miliar. 

Sebagai pemimpin pasar ponsel saat itu, perusahaan asal Finlandia ini tampak tak bakal mengalami masalah apapun. Namun, ternyata dalam beberapa tahun saja dominasi Nokia runtuh. Mereka kehilangan seluruh pangsa pasarnya dan nyaris bangkrut. 

Masalah internal dan keputusan kurang strategis disebut menjadi faktor utama dalam kejatuhan Nokia. Namun, setelah kejatuhan itu, Nokia akhirnya berhasil bangkit kembali meskipun bukan sebagai produsen ponsel.

Sejak pertengahan 1990-an, Nokia terus berkembang pesat. Pendapatannya melonjak dari $7,5 miliar pada 1996 menjadi sepuluh kali lipat pada 2008. Namun, pada tahun tersebut atau tepatnya dimulai sejak tahun 2007 merupakan titik balik yang mengubah industri selamanya. 

Pada tahun itu, Apple meluncurkan iPhone, perangkat yang revolusioner dengan desain elegan, layar sentuh intuitif, dan pengalaman pengguna yang lebih baik. Nokia meremehkan ancaman ini. Para insinyurnya menganggap iPhone terlalu mahal untuk diproduksi dan tidak cukup tahan banting dibandingkan ponsel Nokia yang dikenal tangguh.

Kemunculan Apple direspons oleh berbagai pihak. Ketika konsumen mulai melirik smartphone, para perusahaan teknologi besar seperti HTC dan Google pun mulai merilis perangkat berbasis Android. Pasar ponsel saat itu dilibas oleh smartphone. 

Nokia akhirnya mencoba merespons dengan meluncurkan N97 pada 2009. Perangkat ini diklaim sebagai "iPhone killer," tetapi realitanya jauh dari ekspektasi. Sistem operasi yang digunakan Nokia pada N97 adalah Symbian yang sulit dikembangkan oleh pihak ketiga, sehingga ekosistem aplikasinya jauh tertinggal dari Apple dan Android. Akibatnya, N97 gagal di pasar dan menjadi awal kemunduran Nokia.

Baca Juga: Kisah Pilu John Pemberton, Sukses Menciptakan Coca-Cola tetapi Harus Menjalani Hidup Miskin

Tak putus asa, Nokia menunjuk Steven Elop sebagai CEO baru pada September 2010. Mantan eksekutif Microsoft ini dijadikan sebagai "agen perubahan" yang diharapkan membuat Nokia lebih aman.

Pada hari pertamanya, Steven Elop menyampaikan pidato yang dikenal sebagai "Burning Platform Speech", yang menggambarkan Nokia sebagai perusahaan sedang terbakar akibat persaingan sengit dari Apple dan Android. Elop menyatakan bahwa Nokia harus berubah total untuk bertahan.

Langkah pertamanya adalah menghapus Symbian dan mencari sistem operasi baru. Alih-alih bergabung dengan Android, Elop memilih Windows Phone dari Microsoft. Keputusan ini memicu spekulasi tentang loyalitasnya terhadap Microsoft. 

Nokia menerima miliaran dolar dari Microsoft untuk mengembangkan perangkat berbasis Windows Phone, tetapi hasilnya mengecewakan. Sistem operasi ini memiliki antarmuka yang terlalu berbeda, kinerja yang lebih lambat dibandingkan Android dan iOS, serta keterbatasan aplikasi. Konsumen dan pengembang pun enggan memilih produk baru Nokia.

Pada 2014, setelah kegagalan besar, Elop kembali ke Microsoft, membawa serta divisi perangkat Nokia yang diakuisisi seharga $7,2 miliar. Namun, tak lama setelahnya, Microsoft pun menyerah dan menjual bisnis ponsel Nokia pada 2016 dengan harga hanya $350 juta. Keputusan Elop terbukti menjadi bencana besar bagi Nokia, yang kehilangan hampir seluruh pangsa pasarnya.

Baca Juga: Begini Ide Awal Sosrodjojo Memasukkan Teh dalam Botol hingga Sukses Membangun Tehbotol Sosro

Saat bisnis ponsel Nokia runtuh, ada satu divisi yang tetap bertahan, yaitu Nokia Solutions and Networks. Pada 2009, divisi ini dipimpin oleh Rajeev Suri yang berhasil mengubahnya menjadi unit bisnis menguntungkan. 

Pada 2014, Suri diangkat menjadi CEO Nokia dan mulai merestrukturisasi perusahaan secara besar-besaran. Tak lagi ke pasar ponsel, fokus utama Nokia telah beralih ke bisnis jaringan dan infrastruktur telekomunikasi.

Seperti diketahui, mandeknya bisnis ponsel Nokia membuat akhirnya lini tersebut dijual kepada Microsoft. Dana hasil penjualan tersebut akhirnya digunakan untuk berinvestasi besar-besaran di teknologi jaringan. 

Pada 2015, Nokia mengakuisisi Alcatel-Lucent seharga $16,6 miliar, yang di dalamnya terdapat laboratorium riset legendaris di bidang telekomunikasi, Bell Labs. Berkat langkah tersebut, Nokia kemudian menjadi pemain utama dalam pengembangan jaringan 5G.

Pada 2018, Nokia mengumumkan terobosan baru dengan chip ReefShark yang secara penting telah meningkatkan efisiensi jaringan 5G. Melalui teknologi ini, Nokia mulai menjalin kerja sama dengan operator besar seperti NTT DoCoMo, AT&T, dan Vodafone. 

Pada 2020, Nokia berhasil membuat lebih dari 100 kontrak 5G komersial dan terus bertambah hingga lebih dari 300 pada akhir 2024. Saat ini, Nokia menguasai 29% pasar 5G di luar China.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: