Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

AS Keluar dari Paris Agreement, Hashim: Kalau Mereka Tidak Mau Patuh, Kenapa Indonesia Harus Patuh?

AS Keluar dari Paris Agreement, Hashim: Kalau Mereka Tidak Mau Patuh, Kenapa Indonesia Harus Patuh? Kredit Foto: Rahmat Dwi Kurniawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Utusan Khusus Presiden untuk Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo, menyoroti keputusan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump yang menarik diri dari Paris Agreement. 

Menurutnya, langkah ini menimbulkan ketidakpastian dalam upaya global menangani perubahan iklim.

"Yang menarik, Amerika menarik diri dari Perjanjian Paris tahun 2015. Kita semua masih menunggu dampaknya. Semua yang saya temui melihat ada dampak negatifnya. Kalau Amerika, yang saat ini merupakan pencemar kedua terbesar setelah China, tidak mau mematuhi perjanjian internasional, kenapa negara seperti Indonesia harus patuh?" ujar Hashim dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (31/01/2025).

Hashim menyoroti ketimpangan dalam kontribusi emisi karbon global. Ia mencatat bahwa AS menghasilkan 13 ton karbon per kapita per tahun, jauh lebih tinggi dibandingkan China (7 ton) dan Indonesia (3 ton).

Baca Juga: Bahlil Heran Trump Mundur dari Paris Agreement: Dia yang Mulai, Dia yang Akhiri!

"Ini adalah masalah keadilan. Kita 3 ton, mereka 13 ton. Kita disuruh tutup pusat-pusat tenaga listrik tenaga uap atau mengurangi emisi, tapi rasa keadilannya di mana? Dan sekarang mereka cabut dari Perjanjian Paris, ini dampak positif atau negatif? Kita masih belum tahu," katanya.

Lebih lanjut, Hashim mengungkapkan kekhawatiran bahwa langkah AS ini bisa berlangsung lama, terutama jika pemerintahan yang akan datang tetap mempertahankan kebijakan tersebut.

"Ada yang bilang bahwa ini hanya kebijakan Trump selama empat tahun. Tapi ada juga yang bilang belum tentu. Wakil presidennya, J.D. Vance, masih muda, baru 40 tahun, dan jika dia terpilih lagi, bisa dua periode. Itu berarti ada kemungkinan Amerika 12 tahun di luar Perjanjian Paris," paparnya.

Baca Juga: Selamat Tinggal Hijau, Trump Bawa AS Fokus ke Energi Fosil!

Dengan situasi yang tidak menentu ini, Hashim menegaskan bahwa Indonesia harus menyesuaikan kebijakan pembangunan nasional dengan mempertimbangkan ketidakpastian global.

"Kita, Indonesia, selalu mau jadi 'the good boy'. Kita ingin jadi anak baik. Tapi para 'big boys' belum tentu jadi anak baik juga, kan? Jadi ini realita yang kita hadapi," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: