Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Memahami Kebijakan Distribusi dan Harga Eceran Tertinggi LPG Bersubsidi yang Tepat

Oleh: Sofyano Zakaria, Pengamat Kebijakan Energi Pusat Studi Kebijakan Publik (PUSKEPI)

Memahami Kebijakan Distribusi dan Harga Eceran Tertinggi LPG Bersubsidi yang Tepat Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sejatinya, penjualan barang bersubsidi seperti LPG 3 kg tidak boleh diperlakukan seperti barang non-subsidi. Dan, ketika LPG bersubsidi telah diperdagangkan secara bebas, maka seharusnya pemerintah dan aparat penegak hukum segera menyikapi hal ini karena berkaitan dengan subsidi negara.

Mata rantai distribusi atau penyaluran LPG 3 kg subsidi, yang ditetapkan hanya lewat agen LPG 3 kg dan pangkalan LPG 3 kg terdaftar resmi di Pertamina, adalah mutlak harus dipertahankan karena ini terbukti paling bisa diawasi dan dikontrol oleh pemerintah dan/atau pihak Badan Pemeriksa Keuangan RI.

Ketika ada pihak yang menjualbelikan LPG 3 kg di luar mata rantai distribusi yang ditetapkan dalam peraturan berlaku, yakni agen dan pangkalan LPG 3 kg, maka itu dapat dikatakan sebagai ilegal.

Ketentuan pemerintah, dalam hal ini Perpres 104 Tahun 2007 yang menetapkan bahwa pengguna yang berhak atas LPG 3 kg adalah rumah tangga dan usaha mikro, harus ditegakkan oleh pemerintah dan aparat penegak hukum. Maka, ketika ada pihak yang bukan rumah tangga atau badan usaha mikro yang terbukti bisa membeli dan/atau memperdagangkan LPG 3 kg, itu harusnya diambil tindakan tegas.

Pengangkatan atau penambahan baru pangkalan-pangkalan LPG 3 kg mutlak diperlukan agar masyarakat yang berhak hanya bisa dan boleh membeli LPG bersubsidi pada pangkalan resmi yang terdata di badan usaha yang ditugaskan pemerintah, yakni Pertamina.

Agar masyarakat bisa membeli LPG 3 kg sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) yang berlaku, maka pemerintah sudah harus menyiapkan adanya pangkalan yang terdapat di setiap wilayah rukun tetangga (RT) atau paling tidak terdapat satu pangkalan yang melayani maksimal setiap 100 rumah atau 100 kepala keluarga. 

Baca Juga: Pastikan Tidak Ada Permainan Harga LPG 3 Kg di Pengecer, Bahlil Lakukan Ini

Persyaratan untuk menjadi pangkalan harus semudah mungkin, misalnya hanya cukup dengan memiliki KTP, tempat jualan yang menetap (bukan bergerak), surat keterangan domisili dari kelurahan atau desa, rekening tabungan bank, tabung gas sesuai alokasi yang diberikan, alat timbangan, dan gas detector.

Pemerintah perlu mendukung penuh berjalannya program OVOO (One Village One Outlet) yang telah dijalankan Pertamina dan mendorong Pertamina untuk mewujudkan program merata di tiap desa dan dusun yang ada di negeri ini yang sudah melaksanakan konversi minyak tanah ke LPG 3 kg.

Terkait soal HET pangkalan LPG 3 kg yang ditetapkan pemda, maka Menteri ESDM sudah saatnya menjalankan perannya sebagai lembaga tertinggi yang berhak memberikan persetujuan final terhadap besaran kenaikan HET pangkalan tersebut. Jadi, kewenangan memutuskan naik atau tidaknya HET pangkalan harus tetap ada di tangan Menteri ESDM, bukan pemda.

Pemerintah sudah saatnya juga mengoreksi besaran harga tebus LPG 3 kg dari agen ke Pertamina sebesar Rp11.588/tabung yang tak pernah dikoreksi sejak diluncurkannya program konversi minyak tanah ke LPG 3 kg. Namun, koreksi harga tebus itu tidak harus dengan menaikkan besaran HET nasional karena kenyataannya HET pangkalan yang ditetapkan pemda sudah naik jauh dari HET nasional yang rata-rata sekitar 35%.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: