
Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Erika Retnowati melaporkan bahwa penyaluran Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) belum berjalan optimal.
"Kami menjumpai adanya penyaluran gas HGBT yang belum optimal. Secara rata-rata itu secara presentase masih di bawah 80% untuk penyerapan gas HGBT," ucap Erika pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XII DPR RI di Jakarta, Senin (10/2/2025).
Lebih lanjut, Erika mengungkapkan bahwa dari hasil pengecekan fisik di lapangan, ditemukan sejumlah jaringan gas (jargas) yang mengalami kebocoran. Salah satu kasus teridentifikasi di Tarakan, Kalimantan Utara.
"Kami juga menjumpai ada beberapa jargas yang bocor, contohnya seperti di Tarakan. Temuan ini langsung kami tindaklanjuti dengan melaporkan kepada Dirjen Migas," tambahnya.
Baca Juga: Penerapan HGBT Diperpanjang pada 2025, Ini Dampak Positifnya Bagi Sektor Industri
Diketahui, program gas murah untuk 7 sektor industri resmi berakhir pada 31 Desember 2024. Hal ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No 121 Tahun 2020. Dengan penghentian ini, industri yang selama ini menikmati harga gas khusus kini harus menggunakan tarif komersial.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menjelaskan bahwa program HGBT awalnya diberikan untuk mendukung industri dengan nilai tambah tinggi di dalam negeri.
“Kita kan memberikan gas kepada industri-industri yang proses nilai tambahnya dalam negeri dan mempunyai dampak terhadap lapangan pekerjaan,” kata Bahlil dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Jumat (3/1/2024).
Baca Juga: Gas Murah Berlanjut, Menperin Usulkan HGBT Berdiri Sendiri: Jangan Bundling dengan Sektor Lain!
Meski belum ditetapkan kapan bergulir kembali, Bahlil membocorkan bahwa ke depan HGBT akan lebih tinggi dari US$6 per MMBTU. Hal ini merespon kenaikan harga gas global.
”HGBT sudah tidak lagi di angka US$6 karena sekarang harga gas dunia lagi naik. Untuk HGBT, bahan bakunya dari gas itu harganya lebih rendah dari gas yang dipakai untuk energi. Gas untuk energi dalam rancangan kami sekitar US$7, tetapi kalau untuk bahan bakunya di bawah itu, sekitar US$6,5,” tegas Bahlil.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Annisa Nurfitri
Advertisement