Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Gas Murah Berlanjut, Menperin Usulkan HGBT Berdiri Sendiri: Jangan Bundling dengan Sektor Lain!

Gas Murah Berlanjut, Menperin Usulkan HGBT Berdiri Sendiri: Jangan Bundling dengan Sektor Lain! Kredit Foto: Kemenperin
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyoroti bahwa mayoritas industri penerima Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT), lebih dari 95%, masih menerima harga gas di atas ketentuan USD 6,5 per MMBTU. Hal ini mendorong Kementerian Perindustrian untuk mengusulkan agar kebijakan HGBT tidak di-bundling dengan sektor lain, seperti pupuk dan kelistrikan.

“Untuk menjaga tata kelola kebijakan HGBT, Kemenperin mengusulkan agar HGBT untuk sektor industri berdiri sendiri, tidak di-bundling dengan pupuk dan kelistrikan. Pupuk sudah menikmati subsidi harga jual, sementara listrik sudah mendapat subsidi energi atau double subsidies. Hal ini akan berpengaruh pada perhitungan rata-rata harga gas,” jelas Agus dalam pernyataan di Jakarta, Sabtu (25/1/2025).

Kebijakan HGBT dipastikan berlanjut hingga 2025 sebagai upaya mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, yang ditargetkan mencapai 8 persen pada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Agus menyatakan bahwa sektor manufaktur diharapkan memberikan kontribusi sebesar 21,9 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dalam periode 2025-2029.

Baca Juga: HGBT Perpanjang Napas Industri, Menperin Optimis Target Ekonomi 8% Tercapai!

“Pemerintah harus menyamakan persepsi bahwa program HGBT jangan dilihat sebagai cost, tetapi sebagai faktor pendorong ekonomi. Memang pendapatan negara berkurang dari pelaksanaan HGBT, tetapi pendapatan tersebut bisa ditutupi enam kali lipatnya melalui pajak penjualan produk industri pengguna HGBT,” tegas Agus.

Sejak diberlakukan pada 2020, kebijakan HGBT telah memberikan dampak positif yang signifikan bagi sektor industri. Hingga 2023, kebijakan ini mencatatkan peningkatan nilai ekspor sebesar Rp127,84 triliun, penerimaan pajak sebesar Rp23,3 triliun, serta penurunan subsidi pupuk sebesar Rp4,94 triliun. Total manfaat ekonominya mencapai Rp247,26 triliun.

Agus juga menyoroti kinerja sektor industri pengolahan nonmigas yang tetap menjadi andalan perekonomian. Pada triwulan III-2024, sektor ini berkontribusi sebesar 17,18 persen terhadap PDB, dengan pertumbuhan 4,84 persen. Ekspornya mencapai USD 196,55 miliar atau 74,25 persen dari total ekspor nasional, sementara serapan tenaga kerjanya mencapai 20,01 juta orang.

Namun, realisasi serapan gas bumi dalam program HGBT pada 2023 hanya mencapai 80,10 persen. Beberapa kendala yang dihadapi termasuk penerapan biaya tambahan (surcharge) oleh pemasok dan pembatasan kuota harian atau bulanan. Hal ini membuat industri mengurangi serapan gas yang dikenai HGBT setelah kuotanya habis dan kembali ke harga pasar.

Baca Juga: Tok! HGBT Dipastikan Tak akan Diperluas

“Kami siap mengaudit industri dari hulu ke hilir untuk memastikan kebutuhan gas bumi mereka. Transparansi ini diperlukan agar tata kelola kebijakan HGBT lebih baik,” tambah Agus.

Keberlanjutan kebijakan HGBT juga dianggap penting untuk menjaga daya saing industri dan menarik investasi. Dengan penerapan HGBT, industri keramik Indonesia, misalnya, berhasil meningkatkan produksinya hingga menjadi produsen keramik terbesar ke-4 dunia pada 2024, naik dari peringkat ke-8 pada 2019.

Agus menutup dengan menyatakan bahwa kebijakan HGBT adalah salah satu pilar utama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus memperkuat sektor manufaktur sebagai kontributor utama bagi pembangunan nasional.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: