- Home
- /
- Kabar Sawit
- /
- Agronomi
Minyak Sawit Jadi Pilar Swasembada Energi, Program B40 Bakal Dongkrak Permintaan CPO

Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) menegaskan bahwa minyak nabati berbasis sawit menjadi pilar utama dalam menggantikan energi fosil guna mewujudkan swasembada energi. Hal tersebut sejalan dengan program Astacita yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
"Penguatan sawit ini merupakan strategi pemerintah dalam ketahanan pangan dan energi. Kami terus mendukung hilirisasi industri sawit agar semakin berdaya saing," ujar Kepala Bidang Perusahaan BPDP, Achmad Maulizal, dalam Workshop Jurnalis Industri Hilir Sawit di Bogor, Senin (24/2/2025).
Baca Juga: Target Peremajaan Sawit Rakyat Kembali Gagal Tercapai, Ini Biang Keroknya
Mauli, sapaannya, menjelaskan jika BPDP berkomitmen untuk meningkatkan produktivitas sawit nasional melalui program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) atau replanting. Mauli mengatakan bahwa produktivitas sawit petani hanya mencapai 2,5 – 3 juta ton per hektare per tahunnya. Angka tersebut terbilang cukup rendah. Sehingga, Mauli khawatir lantaran tanpa adanya peremajaan, maka produksi sawit Indonesia diprediksi bakal terus menurun.
Senada, Direktur Bioenergi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), R. Edi Wibowo, kebutuhan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) akan meningkat secara signifikan dengan penerapan program B40 pada tahun 2025. Program ini akan mengharuskan campuran 40 persen biodiesel dalam bahan bakar solar, dengan proyeksi kebutuhan CPO mencapai 15,6 juta ton per tahun.
“Dampaknya positif bagi negara, karena biodiesel mampu menghemat devisa hingga Rp149 triliun pada 2024. Ke depan, dengan B40, penghematan devisa diperkirakan mencapai Rp147,5 triliun, serta pengurangan emisi karbon sebesar 41,46 juta ton CO2 ekuivalen,” jelas Edi.
Baca Juga: Genjot Energi Berkelanjutan, Pemerintah Wajib Susun Roadmap Bioetanol
Sementara itu, Kepala Bidang Sustainability APROBI, Rapolo Hutabarat, menyoroti perlunya percepatan regulasi bioethanol dan bioavtur sebagai energi terbarukan tambahan. Pasalnya, meski program biodiesel terus dikembangkan, pelaku usaha masih menghadapi sejumlah tantangan.
Merespons hal tersebut, Fenny Sofyan dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), menekankan bahwa ketidakpastian hukum menjadi kendala utama dalam program PSR. Banyaknya kementerian dan regulasi yang tumpang tindih membuat industri sawit menghadapi ketidakpastian kebijakan.
Lebih lanjut, dalam kesempatan yang sama, Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat ME Manurung, berharap program B40 mampu menjaga stabilitas harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit. Namun, ia mencatat bahwa sejak penerapan B40, harga TBS justru mengalami penurunan menjadi Rp1.000–Rp1.200 per kilogram.
Baca Juga: Pengurangan Kemiskinan oleh Minyak Sawit Melalui Tiga Jalur Kontribusi
Baca Juga: Menepis Mitos Minyak Sawit Penyebab Kolesterol dan Berbahaya bagi Kesehatan
"Penurunan ini terjadi akibat larangan ekspor minyak sawit berkadar asam tinggi seperti POME dan HAPOR. Padahal, harga minyak sawit asam tinggi mencapai Rp9.000 per kg, sementara harga CPO sekitar Rp13.000 per kg," ujarnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement