Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jangan Panik! Begini Cara Aplikasi Bisa Bertahan dari Serangan Siber

Jangan Panik! Begini Cara Aplikasi Bisa Bertahan dari Serangan Siber Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Penggunaan ponsel pintar di Indonesia diperkirakan mencapai 97% pada 2029, membuka peluang ekonomi yang besar namun juga meningkatkan risiko kejahatan siber. Data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat hampir 190 juta insiden siber sepanjang 2024, dengan 78,6% di antaranya melibatkan malware. Selain itu, lebih dari 32 ribu kejahatan siber telah mengakibatkan 29 ribu korban sejak 2002, menandakan urgensi peningkatan keamanan seluler.

Jan Sysmans, Mobile App Security Evangelist di Appdome, menilai bahwa metode keamanan tradisional seperti crash to defend—di mana aplikasi sengaja dinonaktifkan saat mendeteksi ancaman—tidak lagi efektif.

“Saat ini, pengguna mengharapkan aplikasi tetap berjalan meskipun ada serangan siber. Jika mereka mengalami gangguan tanpa pemahaman yang jelas, kepercayaan terhadap aplikasi bisa hilang,” ujarnya. Bahkan, beberapa toko aplikasi telah memperbarui kebijakan mereka untuk membatasi penggunaan metode ini, sehingga pengembang harus mencari solusi yang lebih ramah pengguna.

Baca Juga: Tanam Teknologi Hidupkan Kendaraan Cuma dari Ponsel, BMW Gandeng Huawei

Pendekatan baru yang lebih efektif adalah respons ancaman yang dipandu pengguna. Model ini memungkinkan data ancaman dievaluasi secara real-time, sehingga pengguna dapat memahami risiko dan mengambil langkah mitigasi yang sesuai.

Pengembang aplikasi dapat menerapkan strategi seperti memberikan informasi rinci kepada pengguna, mengurangi fungsi aplikasi alih-alih menonaktifkannya sepenuhnya, serta mengakumulasi beberapa indikator ancaman sebelum bertindak. Dengan cara ini, aplikasi tetap berfungsi tanpa mengorbankan keamanan.

Teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) semakin menjadi kunci dalam meningkatkan keamanan siber tanpa mengganggu pengalaman pengguna. “Threat-Event™ Intelligence Framework dari Appdome memungkinkan pengembang menciptakan sistem keamanan yang lebih personal dan adaptif,” ujar Sysmans. Dengan teknologi ini, AI generatif dapat secara otomatis menyesuaikan pesan keamanan yang diberikan kepada pengguna, memberikan instruksi langkah demi langkah dalam mengidentifikasi dan mengatasi ancaman secara real-time.

Baca Juga: Kembangkan Cyber Security, Negara Ini Kebanjiran Dana Investasi US$700 Juta dari Microsoft

Survei global menunjukkan bahwa 58% konsumen menganggap penipuan seluler sebagai ancaman utama. Dengan meningkatnya kompleksitas serangan, solusi keamanan harus semakin canggih dan responsif. Di Indonesia, pengembang aplikasi dituntut untuk mengadopsi sistem proteksi yang tidak hanya melindungi pengguna, tetapi juga menjaga kepuasan dan loyalitas mereka terhadap layanan digital.

“Keamanan aplikasi yang kuat tidak harus mengorbankan pengalaman pengguna. Justru, dengan solusi yang lebih fleksibel dan berbasis AI, pengembang dapat menjaga aplikasi tetap aman sambil membangun kepercayaan pengguna dalam jangka panjang,” tambah Sysmans.

Seiring berkembangnya ekosistem digital di Indonesia, kebutuhan akan sistem keamanan yang seamless dan user-friendlysemakin meningkat. Menerapkan solusi seperti Threat-Event™ Intelligence Framework dari Appdome dapat membantu perusahaan teknologi lokal memenuhi ekspektasi pengguna modern, memastikan perlindungan optimal terhadap ancaman siber tanpa mengorbankan kenyamanan dalam penggunaan aplikasi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: