
Mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla (JK), menilai kebijakan tarif timbal balik sebesar 32% dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump tidak memberikan dampak besar bagi Indonesia seperti yang dikhawatirkan banyak pihak. Menurut JK, efek tarif tersebut secara riil hanya sekitar 10% terhadap barang-barang ekspor Indonesia.
"Ini 32% dari yang mana? Ini dari harga impor. Harga sepatu Indonesia yang masuk ke AS itu sekitar US$15–US$20, lalu dijual di sana US$50–US$70. Jadi kalau dikenakan 32%, hitungannya hanya sekitar US$6,40. Itu kira-kira hanya 10% efeknya," jelas JK.
Baca Juga: Langkah BI Antisipasi Dampak Kebijakan Tarif Trump
Ia menegaskan bahwa tarif ini pada akhirnya dibebankan kepada konsumen dan pengusaha Amerika Serikat, bukan eksportir Indonesia. "Yang bayar itu konsumen dan pengusaha Amerika. Mereka bayar tambahan harga sekitar 10%, bukan 30% dari harga jual," kata JK.
JK juga menyoroti dampak terhadap komoditas lain seperti crude palm oil (CPO). Menurutnya, barang turunan dari CPO seperti sabun dan minyak goreng memiliki nilai jual yang jauh lebih tinggi dari bahan mentahnya. "Kalau dijadikan sabun atau minyak goreng, harganya bisa tiga sampai empat kali lipat. Jadi efek tarif 32% itu hanya terasa 10% paling tinggi," tambahnya.
Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa penyesuaian tarif tersebut justru akan membuat perusahaan Amerika mencari cara efisiensi, bukan menghentikan impor. "Nike atau Microsoft pasti akan efisienkan iklan atau pegawai mereka supaya tetap kompetitif, bukan berhenti beli dari luar," ujarnya.
JK menilai tekanan tarif ini lebih bermuatan politik dan strategi negosiasi ketimbang murni ekonomi. Ia mencontohkan kebijakan tarif terhadap barang-barang dari China, Vietnam, dan Thailand yang justru berdampak lebih tinggi dibanding Indonesia.
"Vietnam kena 46%, Thailand 36%, China 34%, Indonesia cuma 32%. Artinya kita lebih kompetitif, dan justru ada peluang menyalip saingan," tegasnya.
Ia menambahkan, tarif tinggi yang diberlakukan AS pada produk buatan luar negeri justru akan merugikan pabrikan dan konsumen Amerika sendiri. "Saham-saham seperti Nike dan Microsoft turun, karena mereka yang menanggung beban itu," ujar JK.
JK pun meragukan ketahanan Trump mempertahankan kebijakan tarif tinggi dalam jangka panjang. "Tidak mudah meningkatkan industri dalam negeri. Buruhnya dari mana? Biaya produksinya tidak mungkin semurah Asia. Mana bisa bikin sepatu US$20 di Amerika?" katanya.
JK mengakui ada risiko dari penurunan daya beli masyarakat Amerika akibat harga barang impor yang lebih mahal. Namun ia meyakini bahwa efeknya terhadap Indonesia akan tetap terbatas. "Jadi efek ke Indonesia ini tidak sebesar apa yang kita takutkan," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement