Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

IHSG Berpotensi Rebound, Investor Disarankan Beli Saham Saat Circuit Breaker

IHSG Berpotensi Rebound, Investor Disarankan Beli Saham Saat Circuit Breaker Kredit Foto: Annisa Nurfitri
Warta Ekonomi, Jakarta -

PT Bahana Sekuritas menyarankan investor untuk membeli saham saat terjadi circuit breaker di Bursa Efek Indonesia (BEI), menyusul potensi pembekuan sementara perdagangan akibat tekanan pasar global dan penurunan tajam exchange-traded fund (ETF) saham Indonesia.

Analis Bahana, Satria, menilai ekonomi domestik Indonesia yang kuat dan minim paparan terhadap perdagangan global akan menopang pemulihan pasar dalam bentuk V-shaped. Ia menyebut likuiditas global yang melimpah berpeluang menjadi pemicu utama kenaikan pasar secara cepat.

“ETF saham Indonesia sudah turun 10% selama sepekan ketika pasar lokal tutup. Sangat mungkin circuit breaker akan terpicu saat pembukaan pasar Selasa ini. Namun, pembeli dari kalangan institusi lokal dan asing bisa muncul, mengingat posisi kas cukup tinggi setelah penjualan saham sebelum libur panjang Lebaran,” ujar Satria dalam riset terbarunya, dikutip, Selasa (8/4/2025). 

Baca Juga: IHSG Dihentikan pada Posisi 9,19%, Ini Penjelasan Bursa

Ia menyebut kontribusi ekspor Indonesia ke Amerika Serikat hanya 2% terhadap PDB, menjadikannya yang terendah di Asia Tenggara dibanding Thailand (11%) dan Malaysia (10%). Meski AS mengenakan tarif 32% terhadap produk Indonesia, angka tersebut masih lebih rendah dari tarif 37–49% yang dikenakan pada negara pesaing seperti Bangladesh, Kamboja, Tiongkok, Sri Lanka, dan Vietnam.

“Dengan eksposur global yang minimal, Indonesia berada di zona Goldilocks di tengah harga minyak rendah, tren penurunan suku bunga global, dan fundamental ekonomi yang ditopang permintaan domestik,” ujarnya.

Satria menambahkan bahwa depresiasi rupiah hingga 11% dalam enam bulan terakhir, yang kini menyentuh Rp17.000 per dolar AS, justru menjadi pelindung alami terhadap dampak tarif. “Mata uang yang terdiskon bisa meningkatkan daya saing ekspor manufaktur Indonesia ke AS dan membuat aset Indonesia, termasuk saham dan obligasi, makin menarik bagi investor asing.”

Baca Juga: IHSG Jatuh 9,19% Saat Pembukaan, Bursa Langsung Hentikan Perdagangan

Lebih lanjut, ia memperkirakan dampak tarif terhadap laba korporasi Indonesia akan minim, mengingat ekspektasi kinerja yang memang sudah rendah pada tahun fiskal 2025. Bahkan, margin perusahaan bisa membaik berkat pelemahan rupiah sebesar 5% dalam sebulan terakhir, yang diimbangi penurunan harga minyak global sebesar 15%.

“Pelemahan harga saham dalam waktu dekat justru menjadi peluang beli yang lebih menarik untuk saham-saham pilihan kami seperti BBRI, BRIS, ANTM, ADHI, CTRA, dan GOTO,” kata Satria.

Ia juga menekankan pentingnya mengikuti arah likuiditas global ketimbang hanya fokus pada fundamental. Menurutnya, potensi lonjakan likuiditas global akibat pemangkasan suku bunga agresif oleh bank sentral utama, termasuk The Fed, bisa memicu reli pasar, seperti yang terjadi pada 2020.

“Menurut kami, Presiden Donald Trump akan segera melakukan kompromi. Isyarat sekecil apa pun akan memicu lonjakan pasar yang bisa lebih dahsyat dari tahun 2020. Di AS, kinerja pasar saham sangat memengaruhi politik dan konsumsi domestik,” tuturnya.

Bahana mencatat, alokasi rumah tangga AS di pasar saham telah mencapai rekor tertinggi 40%, jauh di atas Jepang, Tiongkok, dan Inggris yang berada di bawah 10%.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: