Tarif Trump Jadi Ancam Serius Bagi Hilirisasi dan Stabilitas Industri Nasional

Pemberlakuan tariff resiprokal sebesar 32 persen oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, terhadap barang-barang dari luar negeri, termasuk produk asal Indonesia, dinilai akan berdampak luas terhadap perekonomian nasional, khususnya di sektor ekspor, industri, dan hilirisasi sumber daya alam (SDA).
Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda, menilai langkah Trump menaikkan tarif merupakan bagian dari strategi proteksionisme untuk melindungi industri dalam negeri AS. Namun, efek kebijakan ini justru akan menciptakan tekanan ganda bagi negara-negara mitra dagang, termasuk Indonesia.
"Kenaikan tarif ini akan menyebabkan harga barang-barang Indonesia di pasar AS naik, menurunkan permintaan, dan pada akhirnya mengoreksi volume ekspor kita," ujar Huda kepada Warta Ekonomi, Rabu (9/4/2025).
Berdasarkan kajian International Monetary Fund (IMF), imbuhnya, setiap kenaikan tarif impor sebesar 1 persen dapat menurunkan impor barang sebesar 0,8 persen. Dengan asumsi ini, ekspor Indonesia ke AS berpotensi turun hingga 25 persen.
Baca Juga: Dibentengi China, Bursa Asia Terus Bergejolak Gegara Tarif Trump
Penurunan ekspor ini, lanjutnya, akan mengancam surplus perdagangan Indonesia yang selama ini banyak ditopang oleh hubungan dagang dengan Amerika Serikat. AS diketahui menyumbang sekitar 10 persen dari total ekspor Indonesia, menjadikannya pasar ekspor terbesar kedua setelah Tiongkok.
Dampak lanjutan dari pelemahan ekspor adalah penurunan produksi dan potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
"Model ekonomi saya menunjukkan bahwa sektor tekstil dan produk tekstil saja bisa mengalami PHK hingga 191 ribu tenaga kerja," jelasnya.
Huda juga menyoroti potensi masuknya produk dari negara lain seperti Tiongkok dan Vietnam ke pasar Indonesia akibat tarif AS terhadap produk mereka.
"Ini bisa membuat barang-barang dari dua negara itu membanjiri pasar domestik kita karena ada perjanjian pasar bebas. Industri dalam negeri akan semakin tertekan."
Selain itu, pelemahan rupiah akibat meningkatnya permintaan dolar juga menjadi perhatian. Melemahnya rupiah akan meningkatkan biaya impor dan menyebabkan inflasi dari sisi biaya produksi, yang kemudian menggerus daya beli masyarakat.
"Produk berbahan baku impor seperti tahu, tempe, dan kedelai akan terdampak langsung," imbuhnya.
Di sisi hilirisasi, Huda menilai bahwa kebijakan ini menjadi tamparan bagi strategi hilirisasi Indonesia yang selama ini dinilai belum matang.
Baca Juga: Kecam Tarif Balasan China, Menterinya Trump Ancam Hapus Saham Beijing di Wall Street
"Hilirisasi tidak akan efektif jika pasar ekspor seperti AS justru tertekan akibat tarif. Hilirisasi harus diarahkan untuk mengisi kekosongan industri dalam negeri, bukan hanya klaim peningkatan nilai tambah yang semu."
Ia mencontohkan hilirisasi nikel yang menurutnya masih setengah jalan.
"Kita hanya memproses satu tahap saja, lalu dikirim ke luar, kemudian masuk lagi ke Indonesia untuk dikemas. Ini bukan hilirisasi yang sesungguhnya," tegasnya.
Sebagai solusi, Huda mendorong pemerintah untuk memperkuat permintaan domestik dengan memberikan insentif kepada masyarakat berpendapatan menengah ke bawah, serta memperkuat posisi diplomasi dagang melalui kerja sama bilateral dan multilateral.
“Pemerintah juga perlu mengevaluasi kebijakan devisa hasil ekspor (DHE) yang justru membatasi ketersediaan dolar bagi pelaku usaha, dan tidak menguntungkan bagi eksportir kita,” pungkasnya.
Sebagai informasi, Presiden Prabowo menyiapkan tiga strategi utama untuk menghadapi kebijakan tariff impor 32% yang ditetapkan oleh AS. Salah satu strategi terebut adalah program Makan Bergizi Gratis (MBG) demi memperkuat daya beli masyarakat.
Selain itu, Prabowo juga menyinggung kebijakan hilirisasi industri untuk meningkatkan nilai tambah ekspor Indonesia. Strategi lainnya adalah memperluas hubungan dagang internasional dan memperkuat konsumsi domestik melalui program kesejahteraan seperti Makan Bergizi Gratis (MBG).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement